Sebenarnya sudah beberapa
kali Travelista bertugas di pusat kota Karawang. Namun baru kali ini Travelista
sempat mengunjungi situs percandian Batujaya yang lokasinya cukup jauh dari pusat
kota. Karena benar – benar niat, maka Travelista naik KRL dari stasiun
Manggarai ke stasiun Cikarang disambung motoran dengan Sobat Kantor yang bersedia
mengantar Travelista ke situs percandian Batujaya. Hehehe…
Dari stasiun Cikarang, jarak
ke situs percandian Batujaya sekitar 30 km melalui jalan Sukatani - Cabang
Bungin - Batujaya kemudian berbelok ke jalan raya candi Jiwa. Setelah motoran
sekitar satu setengah jam dari stasiun Cikarang, akhirnya Travelista sampai
gapura jalan raya candi Jiwa.
Motor Travelista parkir di
museum situs candi Batujaya yang diresmikan tahun 2006. Di dalam museum, Sobat
Piknik dapat melihat artefak yang ditemukan saat ekskavasi di situs percandian
Batujaya seperti manik - manik, potongan kayu, arca, votive tablet atau keping
tanah liat berbentuk miniatur stupa, gerabah, arca, keramik, amulet atau jimat
yang ditulis pada tanah liat, terakota, bata penyusun candi, beberapa buku yang
mengulas penelitian situs Batujaya dan kerangka manusia yang ditemukan di bawah
pondasi candi Blandongan.
Konon jauh sebelum dijadikan
lokasi percandian, daerah yang kini bernama Batujaya sudah menjadi pusat
pemujaan pra Hindu sejak abad ke 1 masehi. Namun ketika pengembara India
datang, terjadilah akulturasi budaya yang membentuk peradaban baru. Mulai dari berdirinya
institusi pemerintahan yang bernama kerajaan Tarumanagara yang terpengaruh
religi baru yaitu agama Weda atau Hindu kuno walau masih bercampur dengan animisme.
Selain memperkenalkan agama Weda,
pengembara India pun membawa pengaruh agama Budha Mahayana yang banyak
diamalkan di India kuno. Komplek percandian Batujaya pun mulai dibangun sekitar
abad ke 5 masehi pada masa pemerintahan raja Purnawarman dan dilanjutkan secara
bertahap oleh penerusnya hingga akhirnya ditinggalkan karena banjir sungai
Citarum pada abad ke 7 masehi.
Setelah ditinggalkan karena
banjir sungai Citarum di abad ke 7 masehi, komplek percandian Batujaya dikembangkan
oleh pengaruh kerajaan Sriwijaya hingga akhir abad ke 10 masehi. Persinggungan sejarah
Sriwijaya di Tarumanegara tersurat dalam prasasti Palas Pasemah yang ditemukan
di Lampung Selatan serta prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Kabupaten Bangka
yang dikatakan bersamaan dengan peristiwa pengiriman bala tentara ke Bhumi
Jawa menjelang akhir abad ke 7 masehi.
Dari museum situs candi Batujaya, perjalanan
Travelista lanjutkan ke candi Jiwa. Terdapat plang penunjuk arah untuk mencapai
candi Jiwa dan candi lainnya yang ada di situs percandian Batujaya. Sobat
Piknik dapat berjalan kaki sekitar 150 meter hingga pos masuk percandian.
Setelah mengisi buku tamu di
pos jaga dan memberi sumbangan kebersihan seikhlasnya. Sobat Piknik dapat menyusuri
jalan beton dengan lebar sekitar 1 meter untuk menuju situs percandian
Batujaya. Sebenarnya nama asli candi di komplek percandian Batujaya tidak
diketahui karena terputusnya sejarah. Adapun penamaan candi yang saat ini
Sobat Piknik ketahui adalah penamaan versi penduduk berdasarkan kejadian atau
objek yang ditemukan di sekitar candi. Hmmm… Hal ini mengigatkan Travelista
pada penamaan candi - candi yang ada di Dieng.
Tepat di belakang pos jaga,
Sobat Piknik dapat melihat gundukan bata candi yang berserakan. Tidak ada
informasi yang disajikan selain nama candi yang beri nama Damar. Hmmm… Semoga
Tim Arkeolog dapat merekonstruksi bangunan serta mengungkap fakta sejarah candi
- candi yang ada di situs percandian Batujaya ya Sobat Piknik !
Setelah berjalan menyusuri
jalan beton di pematang sawah sekitar 150 meter dari candi Damar, Sobat Piknik
dapat melihat hasil pemugaran candi Jiwa yang merupakan bangunan peribadatan agama Budha yang
diperkirakan dibangun sekitar abad ke 4 - 5 masehi.
Keunikan candi Jiwa adalah tidak memiliki tangga untuk
naik ke puncak tetapi tersedia sebuah patha atau jalan keliling untuk
Pradiksina yaitu ritual mengelilingi suatu objek yang dianggap suci searah
jarum jam dengan sikap merangkapkan kedua tangan di dada sebagai tanda
penghormatan sambil mendaraskan parita suci.
Pada bagian tengah candi Jiwa terdapat
struktur melingkar yang diduga bekas arca Budha di atas bunga teratai mekar dan
terapung di atas air yang belum pernah ditemukan di Indonesia sebelumnya. Hmmm…
Sangat menarik untuk ditunggu hasil rekonstruksinya ya Sobat Piknik ?!
Dari candi Jiwa, Sobat Piknik
dapat meneruskan ke situs Lempeng sebelum ke menuju candi Blandongan. Di Unur
Lempeng terdapat lempengan batu yang sebagian menancap ke tanah dan sebuah
sumur kuno yang hingga kini kerap digunakan sebagian orang untuk ritual
tertentu.
Di situs Lempeng juga ditemukan
manik - manik, tulang, gigi hewan dan pecahan gerabah yang berasal dari Arikamedu
India Tenggara. Hal ini memperkuat dugaan adanya hubungan antara Tarumanegara
dengan kebudayaan India di masa silam.
Sebenarnya tak jauh dari
situs Lempeng Sobat Piknik dapat melihat proses ekskavasi candi Serut. Namun
akses jalan yang masih berupa pematang sawah yang kadang tergenang air membuat
Sobat Piknik harus putar balik jika ingin mengunjunginya.
Dari situs Lempeng,
Travelista putuskan untuk meneruskan perjalanan menuju candi Blandongan
terlebih dahulu. Berbeda dengan candi Jiwa, candi Blandongan memiliki tangga
pada keempat sisi untuk menaiki puncak karena candi Blandongan dibangun oleh
umat Budha untuk menghormati jasa raja Purnawarman yang beragama Hindu.
Pada saat dilakukan ekskavasi
candi Blandongan, ditemukan pecahan bata, terakota, lempengan emas dan Amulet
atau jimat tanah liat dengan hiasan sosok Budha, Brahma Sahampati dan Dewa Sakra
dalam Bahasa Sansekerta yang ditanam seseorang saat mengunjungi suatu tempat
sebagai pelepas nazar atau penolak bala.
Setelah dari candi
Blandongan, Travelista kembali menuju museum situs percandian Batujaya untuk
ambil motor untuk mengunjungi candi Serut dengan menempuh rute jalan raya candi
Jiwa - Tanjungpura – Batujaya menyusuri jalan kecil sekitar 2,5 km. Hmmm… Jadi
lumayan jauh muternya Sobat Piknik, padahal dari situs Lempeng ke candi Serut
hanya berjarak sekitar 200 meter. Semoga ke depannya tersedia akses jalan beton
seperti penghubung candi Damar – candi Jiwa – situs Lempeng – candi Blandongan
ya Sobat Piknik !
Keunikan candi Telagajaya IA
atau candi Serut adalah struktur bangunan yang nampak miring. Bagian depan
candi memiliki permukaan yang lebih tinggi dibandingkan bagian belakang. Konon
penyebab miringnya candi karena struktur tanah yang kurang padat sehingga proses
pembangunan candi tidak diselesaikan.
Genangan air adalah masalah
utama di kawasan percandian Batujaya karena di kawasan ini dekat dengan Sungai
Citarum dan terdapat banyak sumber mata air yang menyebabkan tanah di daerah
ini tidak pernah kering sepanjang tahun sehingga berdampak terhadap rusaknya
bata candi selain aktivitas pertanian dan pembangunan di sekitar lokasi situs.
Dan hal tersebut dapat terwakili saat Sobat Piknik mengunjungi candi Serut.
Dari candi Serut, perjalanan
Travelista teruskan ke situs Telagajaya VIII atau warga menyebutkan sebagai
candi Sumur yang konon berfungsi sebagai tempat pemandian atau pengambilan air
suci untuk prosesi ritual yang dilakukan di komplek percandian Batujaya.
Bersebelahan dengan candi
sumur terdapat situs candi Lingga. Sobat Piknik dapat mengakses jalan beton
yang ada di sebelah area candi sumur. Di situs ini terdapat dua buah lingga yang
tidak terlalu tinggi dan juga sebuah makam yang tidak diketahui identitasnya.
Sebenarnya Travelista ingin
mengunjungi semua situs yang sudah di tag Sobat Piknik di google map. Namun
akses yang cukup sulit membuat Travelista mengurungkan niat tersebut. Hmmm… Sayang
banget ya Sobat Piknik ?!
Selesai sudah piknik kali ini. Sampai
jumpa di piknik selanjutnya...
Pesan
moral :
Dari situs percandian
Batujaya Travelista tersadar bahwa toleransi umat beragama sudah dicontohkan
oleh nenek moyang kita tanpa memperdebatkan perbedaan. Namun kini justru kita
banyak memperdebatkan perbedaan dalam kesamaan. Semoga kita semua dapat berpadu
dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika. #AAMIIN.
Komentar
Posting Komentar