Tak terasa sudah lebih dari setahun touring motor bareng Sobat Kantor berlalu. Kalau touring edisi sebelumnya
disepakati PP dalam sehari. Maka touring kali ini disepakati untuk minta izin
ke istri dan anak masing – masing agar dipebolehkan tidak pulang ke rumah karena perjalanan ke Citorek harus dilakukan malam hari demi menyaksikan fenomena negeri di
atas awan saat matahari terbit.
Touring dimulai
hari jumat sore setelah jam pulang kantor. Check point pertama rumah Sobat Kantor
yang ada di daerah Sawangan untuk dijamu makan malam. Setelah perut kenyang dan
bersenda gurau hingga Jam 21:00. Maka perjalannya diteruskan menyusuri jalan
raya Parung - Ciampea untuk menuju check point kedua di rumah Sobat Kantor
yang ada di daerah Jasinga.
Tepat jam
23:00 Travelista dan Sobat Kantor tiba di check point Jasinga untuk rehat
sejenak dan ngemil tengah malam. Setelah mandi dan persiapan lainnya, tepat jam
03:00 dini hari, Travelista dan Sobat Kantor memulai perjalanan menuju Citorek menyusuri
jalan raya Jasinga - Cipanas - Babakan Tipar - Guradog hingga Citorek. Kalau
lihat di google maps sih tidak ada jalan yang lurus. Semuanya keriting ! Hehehe…
Menerobos
kabut sepanjang jalan berkelok terjal di antara jurang dengan penerangan yang
minim. Secara tak langsung menyadarkan untuk mengingat Yang Maha Kuasa. Tak henti
Travelista mengucap kalimat Basmalah dan Istighfar dalam piknik kali ini. Sebab
baru saja ngegas, tiba - tiba sudah harus ngerem karena kelokan yang curam dan
menanjak atau menukik. Kalau telat tarik gas atau ngerem bisa bablas ke jurang
! Bener – bener bikin jantung berdegup kencang dan jadi beneran ingat dengan
keluarga yang ditinggalkan di rumah. Hehehe…
Selain
kondisi fisik yang diuji. Kesehatan psikis Sobat Piknik pun akan diuji saat
melihat fuel indicator motor yang mulai kedip – kedip menandakan bensin akan segara
habis. Terbayanglah dalam pikiran “Aduh, gimana kalau mogok di tengah hutan
seperti ini ? Mana ga ada rumah penduduk ! Kalau pun di stut oleh Sobat Piknik
lainnya. Mana kuat di jalan yang terjal seperti ini ? Yang ada, salah satu kaki
Sobat Piknik bisa panjang sebelah karena terdorong knalpot atau bustep motor
yang di stut di tanjakan terjal”. Hehehe…
Mengendarai
motor dengan kontur menanjak sepanjang perjalanan. Tentu akan lebih banyak
menguras bensin. Apalagi kalau Sobat Piknik sering hilang momentum untuk tarik
tuas gas ! Bisa meraung itu suara mesin motor ! Maka, sebelum ke Citorek
sebaiknya Sobat Piknik memastikan motor yang digunakan dalam kondisi prima
dan bensin di isi full tank terlebih
dulu. Karena sepanjang jalan menuju Citorek tidak ada pom bensin. Terlebih perjalanan
ditempuh pada dini hari sehingga sulit menemukan warung bensin eceran yang buka.
Dinginnya
kabut dan lalu lintas yang sepi menemani perjalanan Travelista dan Sobat Kerja menuju
Citorek. Tidak banyak yang dapat dilihat jelas dalam gulita selain pendar lampu
rem belakang Sobat Kerja berwarna merah yang berada di depan motor Travelista.
Di beberapa
spot perjalanan kondisi pencahayaan lebih terang saat Travelista dan Sobat Kerja
melintasi kawasan pondok pesantren dan pemukiman penduduk di Desa Majasari
sebelum menuju spot perjalanan yang gelap lagi. Setelah satu jam berkendara,
akhirnya Travelista dan Sobat Kerja tiba di rest area Gunung Kendeng yang
berjarak sekitar 11 km dari negeri di atas awan.
Walau terletak
di atas perbukitan, ternyata spot wisata negeri di atas awan Citorek cukup
ramai. Terlebih di akhir pekan, banyak Sobat Piknik datang dari luar daerah
Banten. Hal ini dapat lihat dari plat kendaraan yang bukan plat A.
Kawasan
wisata negeri di atas awan Citorek buka setiap hari selama 24 jam. Tidak
dikenakan biaya untuk menikmati keindahan alam Gunung Luhur dengan ketinggian
sekitar 1.037 meter di atas permukaan laut. Namun jika Sobat Piknik ingin
menitipkan motor di parkiran, akan dikenakan tiket Rp. 5.000.
Bagi Sobat
Piknik yang ingin merebahkan tubuh, dapat menyewa bilik sederhana di kedai makanan
yang ada di sekitar tempat parkir kendaraan Citorek dengan harga terjangkau.
Tapi karena Travelista sudah beristirahat di rumah Sobat Kantor di daerah
Jasinga. Maka Travelista dan Sobat Kantor hanya makan mie instan dan segelas
kopi atau teh panas. Hmmm… Terasa nikmat saat disantap di tengah suhu udara 21
derajat celcius. Sudah tidak dihiraukan panasnya kuah mie dan kopi dengan air
mendidih, walau sudah yakin kalau sepulang dari Citorek, lidah pasti bruntusan
putih pertanda sariawan. Hehehe…
Sinar
mentari pagi mulai menyingsing, suhu udara Citorek mulai bertambah hangat dan riuh
suara Sobat Piknik mulai terdengar. Pertanda awan akan segera turun ke lembah Citorek.
Bergegas Travelista menghitung jumlah makanan dan minuman yang harus dibayar agar
segara dapat menuju Gardu Pandang.
Untuk naik
ke Gardu Pandang, Sobat Piknik dapat membeli tiket Rp 10.000 perorang. Cukup ramai Sobat Piknik yang sudah berada di Gardu
Pandang. Nampak beberapa Sobat Piknik tertidur dalam keadaan duduk karena rasa
kantuk yang sudah tidak tertahan dari semalam demi menyaksikan fenomena awan
Citorek yang terjebak sinar matahari.
Dengan
sabar Travelista dan Sobat Piknik lainnya menanti terik matahari agar awan yang
terjebak lembah Citorek. Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 09:00 namun
kabut masih sangat tebal. Beberapa Sobat Kerja pun mulai merajuk untuk segara
turun dan pulang. Travelista mulai was – was, dalam hati Travelista berkata “Wah,
bisa gagal nih melihat melihat fenomena negeri di atas awan Citorek ! Mana sudah
jauh – jauh datang !?”. Setelah menunggu hingga jam 10:00, maka telah
dipastikan fenomena alam awan terjebak di lembah Citorek gagal Travelista dan
Sobat Kerja saksikan pada pikinik kali ini. Hmmm… #Belumrejeki.
Sebenarnya
waktu terbaik untuk menyaksikan panorama hamparan awan dari atas gunung adalah di
saat sunrise sekitar jam 05.00 - 07.00 di kala kabut malam terjebak pendar
cahaya mentari pagi di lembah Citorek. Namun semua tergantung kondisi cuaca
sehingga tidak bisa disaksikan tiap hari.
Menurut
Petugas jaga sih, kalau malamnya hujan dan paginya terik, fenomena negeri di
atas awan akan mudah dilihat. Hmmm… Harus datang di waktu yang tepat kalau ya
Sobat Piknik ?!
Sobat
Piknik pun berangsur turun dari Gardu Pandang, Travelista pun bergegas
mengikutinya sembari berharap “Siapa tau pas turun, tiba – tiba matahari terik
sehingga Travelista dapat menyaksikan fenomena negeri di atas awan
seperti tajuk piknik kali ini”. Hehehe…
Kantuk
sudah mulai tak tertahan. Di sisa kekuatan, mata Travelista paksakan untuk
tetap terjaga sepanjang perjalanan pulang. Dalam benderang nampaklah curamnya jalan
di tengah jurang yang semalam Travelista lalui. Ternyata seram juga ya ! Ditambah
dengan peristiwa beberapa rem motor Sobat Kerja bermasalah. Menambah bahan yang
dapat Travelista ceritakan dalam blog ini. Hehehe…
Hal
unik yang terlihat saat Travelista pulang dari Negeri di atas awan, adalah jajaran
padi hasil panen yang dikeringkan dengan cara digantung di tiang bambu dan leuit
atau lumbung padi sebagai tradisi leluhur masyarakat Citorek sebagai upaya menjaga
cadangan pangan lintas generasi.
Konon
padi digantung selama dua minggu sebelum dimasukkan ke dalam leuit dan baru
dapat dikonsumsi setelah disimpan minimal satu tahun dengan tujuan untuk
menjaga keseimbangan pangan. Konon dulu warga Citorek pernah dalam masa
kesusahan pangan. Jadi agar hal itu tidak terjadi lagi, maka para orang tua
melarang menjual beras dan memerintahkan untuk disimpan di leuit sebagai sumber
ketahanan pangan di saat musim paceklik. #Salut.
Dan spot terkahir yang Travelista jadikan background foto bersama Sobat
Kantor adalah di jembatan Ciberang yang sempat terputus akibat banjir bandang
di tahun 2020. Sebenarnya tadi malam juga melewati jembatan Ciberang, namun
karena kondisi gelap maka foto di jembatan yang cukup iconic ini Travelista dan
Sobat Kantor skip.
Selesai sudah
piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...
Pesan moral :
- Dari Citorek Travelista menyadari bahwa Tuhan punya kuasa atas alam. Fenomena negeri di atas awan yang kadang dapat dilihat dan kadang tidak. Membuktikan bahwa kita sangatlah kecil dalam kuasa NYA.
- Melalui Leuit Masyarakat Citorek Travelista diingatkan bahwa kita harus menyisihkan hasil usaha sebagai bekal di kala paceklik.
Komentar
Posting Komentar