Kali ini Travelista berkunjung ke keraton Kaibon yang merupakan kediaman
Ibu dari sultan Syafiuddin yang memerintah sekitar tahun 1809 – 1813. Keraton
Kaibon terletak sekitar 950 meter sebelah tenggara keraton Surosowan yang
menjadi pusat pemerintahan kesultanan Banten.
Menurut sejarah, ratu Asiyah tidak tinggal keraton Surosowan karena suaminya yaitu sultan
Muhidin Zainus Solihin wafat saat Syafiuddin masih berusia lima tahun sehingga
pemerintahan diwalikan kepadanya.
Keraton Kaibon sengaja dibangun untuk ratu Asiyah sebagai penghormatan
kepada satu – satunya perempuan yang menjadi wali sultan. Itu
sebabnya keraton baru disebut dengan nama Kaibon berasal dari kata ka ibu an
yang diartikan sebagai tempat tinggal ibu dari sultan Syafiuddin.
Saat
mencapai usia dewasa. Pemerintahan kesultanan Banten pun diserahkan kepada
sultan Syafiuddin. Dengan jiwa muda, sultan Syafiuddin tidak ingin tunduk
kepada hindia belanda. Puncaknya terjadi ketika utusan gubernur jenderal
Daendels yang bernama komondeur Philip Pieter du Puy meminta kepada sultan
Syafiuddin untuk memenuhi perintah Daendels yaitu :
- Setiap hari mengirimkan 1.000 pekerja rodi dalam rangka meneruskan pembangunan jalan raya Anyer Panarukan, pelabuhan teluk lada dan pangkalan angkatan luat di Ujung Kulon.
- Menyerahkan patih Mangkubumi Wargadiraja ke Batavia yang dituduh sebagai biang keladi larinya para pekerja rodi di Ujung Kulon.
- Sultan harus segera memindahkan keraton ke Anyer karena Surosowan akan dijadikan benteng hindia belanda.
Namun,
sultan Syafiuddin menolak dengan tegas bahkan membunuh Philip
Pieter du Puy beserta pengawalnya di depan pintu gerbang keraton Surosowan yang
memicu kemarahan Daendels untuk mengerahkan pasukan menghancurkan
keraton Surosowan dan keraton Kaibon.
Sementara
itu di Eropa, Napoleon Bonaparte dari prancis kalah perang dengan inggris
membuat belanda yang merupakan sekutu prancis harus menyerahkan semua wilayah jajahannya
kepada inggris termasuk wilayah hindia belanda.
Pada
tahun 1813 Thomas Stamford Raffles sebagai gubernur hindia belanda utusan pemerintahan
inggris bermaksud meminimalisir kekuatan dan pengaruh kesultanan Banten di
bawah kepemimpinan sultan Syafiuddin agar dapat meredam perlawanan rakyat
Banten.
Thomas Stamford Raffles membagi wilayah Banten menjadi 4 bagian yaitu
Banten Lor yang kini menjadi kabupaten Serang, Banten Tengah yang kini menjadi
kabupaten Pandeglang, Banten Kidul yang kemudian dilebur ke dalam kabupaten
Pandeglang dan Banten Kulon yang kini menjadi kabupaten Lebak.
Kedudukan
Syafiuddin pun diturunkan dari sultan menjadi pejabat Banten Hulu. Sedangkan
untuk kepentingan politis, hindia belanda menunjuk suami dari bibi sultan
Syafiuddin yang bernama ratu Arsiyah yaitu Joyo Miharjo dari Rembang sebagai bupati
Banten Hilir.
Namun
pengaruh sultan Syafiuddin tidak bisa dihilangkan sehingga sultan beserta
keturunannya dibuang ke Surabaya dan tidak diijinkan kembali ke Banten hingga wafat
dan dimakamkan di pemakaman Boto Putih Surabaya yang terletak di seberang
pemakaman Sunan Ampel.
Dengan
disingkirkannya sultan Syafiuddin, pemerintahan hindia belanda menyerahkan
kedudukan yang ditinggalkan sultan Syafiuddin kepada pamannya yaitu Joyo
Mihardjo yang diberi gelar sebagai sultan tituler bupati Muhammad Rafiuddin
yang kemudian banyak dianggap sebagai sultan terkahir Banten.
Namun
penunjukan Rafiuddin sebagai sultan Banten ini tidak diakui oleh keluarga
kesultanan sehingga Rafiudin menjadi sultan tanpa kedaulatan penuh hingga pada
akhirnya Rafiudin juga dibuang oleh pemerintah hindia belanda ke Surabaya hingga
wafat dan dimakamkan di dekat stasiun Semut.
Dan
kekuasaan kesultanan Banten benar – benar dihapuskan saat pemerintah hindia
belanda mengangkat Aria Adi Santika sebagai bupati Banten pertama pada tahun
1816.
Sobat
Piknik dapat menyaksikan reruntuhan puing keraton Kaibon yang terletak di sisi
jalan Serang Banten Lama secara gratis. Terdapat kanal pertahanan yang mengitari
keraton Kaibon yang dulu dijadikan akses perahu menuju keraton Surosowan hingga
ke laut Jawa melalui aliran sungai Cibanten. Setau Travelista inilah satu - satu
keraton di pulau Jawa yang memiliki sistem kanal. Hmmm… Unik dan JUARA !!!
Di
sisi kanal nampak tersisa benteng bercat putih yang sebagian telah kusam dan
pudar mengelilingi komplek keraton. Meskipun tidak utuh lagi, tetapi dapat melukiskan
ketatnya penjagaan keraton Kaibon pada masa itu.
Gerbang benteng
keraton Kaibon memiliki ciri arsitektur bentar khas Hindu Jawa – Bali yaitu
sepasang tembok tidak beratap dengan bentuk sama di kanan kiri pintu masuk
suatu kawasan. Ciri arsitektur bentar keraton Kaibon ini kini dijadikan lambang
kota Serang.
Setelah
melintasi gerbang benteng, Sobat Piknik dapat melihat keunikan lainnya yaitu masjid
yang letaknya di bagian beranda depan komplek keraton. Biasanya beranda keraton
dibangun sitinggil yaitu bangunan tinggi terbuka untuk menghadap raja atau
sultan. Tapi di keraton Kaibon yang ada adalah sebuah masjid.
Dari
sisa puing dan pondasi Sobat Piknik dapat menerka bentuk masjid adalah persegi
panjang. Terdapat tiga akses tangga di sisi utara dan selatan yang nampaknya
untuk jamaah yang datang dari luar benteng dan akses tangga sisi timur yang
nampakknya untuk jamaah yang datang dari dalam keraton. Masih nampak jelas
mihrab tempat imam memimpin sholat yang relatif masih dalam kondisi utuh.
Setelah
melintasi puing bangunan masjid, Sobat Piknik akan memasuki gapura beratap atau
paduraksa yang menghubungkan bagian
depan dengan ruang utama keraton. Arsitektur paduraksa
ini lazim Sobat Piknik jumpai pada bangunan tradisional
bugis.
Terdapat
lima gapura paduraksa yang melambangkan jumlah sholat dalam satu hari. Hmmm…
Sebuah filosofi agamis yang selalu mengingatkan kita pada SANG PENCIPTA.
JUARA!!!
Tersadar
Travelista saat melintasi gapura paduraksa terakhir. Mencoba mencari kolerasi
makna dan data. Hingga mengerucut pada sebuah hipotesa. Pantas saja terdapat
kanal sebelum masuk ke keraton ! Pantas saja keraton di kelilingi benteng ! Pantas
saja letak masjid ada di bagian depat keraton ! Pantas saja di depan masjid
terdapat lapangan ! Pantas saja banyak gapura yang harus dilewati sebelum masuk
ke bagian tengah keraton !
Ternyata
benar bahwa keraton Kaibon di design sebagai tempat tinggal ! Terbaca
dari lay out keraton berupaya untuk menjaga privasi penghuninya.
Seketika
Travelista menjadi takjub dengan sistem pertahanan yang dibuat berlapis. Walau
akhirnya hancur. Menurut Travelista sih bukan kerena sistem pertahanan yang
lemah. Melainkan teknologi senjata yang digunakan oleh hindia belanda untuk
menyerbu keraton jauh lebih maju dibandingkan teknologi senjata yang dimiliki
oleh kesultanan Banten.
Di
bagian tengah keraton Sobat Piknik akan melihat bagian pondasi dan sisa lantai bagunan
yang sebagian besar berbentuk persegi empat dan persegi panjang. Kemungkinan
dulunya difungsikan untuk ruang tinggal penghuni keraton.
Di
bagian tengah terdapat sebuah struktur bangunan yang konon merupakan kamar ratu
Aisyah. Pada salah satu bagian ruang di design mengarah ke bawah tanah. Konon
bagian yang lebih rendah ini digunakan untuk mendinginkan suhu ruangan dengan
cara mengalirkan air di dalamnya sehingga memberikan efek sejuk di dalam
ruangan. #Hmmm… Sebuah kamajuan teknologi
dijamannya ! Kepikirian juga ya arsitek jaman dulu manfaatkan sirkulasi udara
dan air untuk meredam teriknya cuaca Banten. JUARA!!!
Menurut
Travelista sih, akan menjadi lebih instagramable jika Sobat Piknik berkunjung
di sore hari. Perpaduan remang cahaya dan siluet objek di tengah background
puing reruntuhan bangunan dalam frame foto. Akan menjadikan foto yang dihasilkan
menjadi sangat layak untuk Sobat Piknik abadikan di akun media sosial Sobat
Piknik. Hehehe…
Dan
spot terkahir yang menarik perhatian Travelista adalah sumur tua yang kemungkinan
dijadikan sebagai sumber air bersih keraton Kaibon. Nampak masih memiliki
cadangan air dan diberi pagar pembatas agar Sobat Piknik terperosok.
Selesai
sudah piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...
Pesan moral :
- Ibu ! Sebuah kata yang seketika dapat membenamkan hati siapa saja yang mendengarnya. Sosok perantara manusia yang dipilih Tuhan terlahir ke dunia untuk menjalani takdirnya dalam berlomba menjadi insan terbaik sebelum pulang dipanggil kembali menghadap sang Pencipta.
- Dari puing keraton Kaibon Travelista merenungi peran ratu Asiyah dengan penuh kasih membentuk karakter baik dan karakter kuat pada diri sultan Syafiuddin sehingga menjadi pribadi yang berani mempertahankan martabat bangsanya melawan kolonialisme hingga akhir hayatnya.
👍👍👍
BalasHapus