Hampir lima tahun lamanya
Travelista tidak piknik ke Banten. Kali ini ada kerinduan yang memanggil untuk berziarah
tempat yang pernah menjadi pusat penyebaran islam di bagian barat pulau Jawa.
Travelista
berangkat dari rumah untuk menunggu bus jurusan Merak di halte rumah sakit Harapan
Kita. Dari sini banyak operator bus yang dapat mengantarkan Sobat Piknik menuju
Banten.
Kalau lima
tahun lalu tarif bus adalah Rp 25.000 sekarang tarif bus menjadi Rp 45.000.
Selain faktor inflasi, kebijakan jaga jarak di kala pandemi menjadi alasan
operator bus menaikan tarif karena berpengaruh terhadap tingkat keterisian dan
biaya operasional. #Harapmaklum.
Waktu tempuh dari rumah sakit
Harapan Kita ke terminal Pakupatan Serang sekitar 2 jam. Dari terminal ini Sobat
Piknik dapat naik angkot jurusan terminal Pakupatan – pasar Rau dengan waktu tempuh
sekitar 25 menit. Kalau dulu ongkosnya Rp 4.000 sekarang ongkosnya Rp 5.000.
Ah, tidak apa ! Cuma naik Rp 1.000 dari tarif lima tahun lalu. Hehehe...
Sobat Piknik dapat naik angkot tersebut dengan waktu tempuh dari pasar
Rau ke masjid Agung Banten sekitar 30 menit. Itu di luar waktu ngetem angkot ya
Sobat Piknik ! Sebab sopirnya suka PHP bilang “ayo langsung berangkat !” - “ayo
langsung berangkat !” Dengan mobil di maju – mundurkan. “Tapi tidak jalan –
jalan nih angkot !”. Hmmm…
Ongkos
dari pasar Rau ke masjid agung Banten adalah Rp 10.000. Ongkosnya sama dengan
yang Travelista bayar lima tahun yang lalu. Tidak ada kenaikan ! Hehehe…
Tiba
di kawasan masjid agung Banten terdapat perbedaan dengan piknik Travelista lima
tahun yang lalu. Kalau dulu Travelista diturunkan di sudut keraton Surosowan
dan bisa masuk ke kawasan masjid dari berbagai sisi. Tapi sekarang pintu masuk dan
keluar dipindahkan ke tepi sungai yang lengkap dengan pusat informasi turis.
Jadi, jika ada di antara Sobat Piknik yang terpisah dari rombongan dan sulit
menghubungi karena tidak punya pulsa atau sandal Sobat Piknik hilang sebelah. Dapat
disiarkan di pusat informasi ini. Hehehe…
Senang
rasanya bisa kembali piknik ke kawasan ini. Kesan kumuh yang dulu akrab dengan
kawasan Banten Lama secara bertahap menghilang dan mulai tertata rapi. Sungai
yang dulu kotor kini terlihat bersih bahkan terdapat ikan – ikan yang nampaknya
dipelihara oleh penduduk sekitar. JUARA!!!
Perbedaan
lain yang nampak jelas adalah lapangan masjid agung yang dulu banyak becek dan
banyak sampah. Kini ditutup dengan lantai marmer yang membuat kaki Sobat Piknik
tetap dingin walau menginjak tanpa alas kaki di kala panas terik. Sebab aturan
melepas alas kaki untuk memasuki area masjid agung tetap berlaku. Bahkan
sekarang alas kaki sudah wajib di lepas saat Sobat Piknik tiba di pintu masuk lapangan
masjid. JUARA!!!
Selain
lantai marmer yang memperteduh suasana kawasan masjid. Deretan payung yang
berfungsi sebagai peneduh juga penangkap air di kala hujan agar tersimpan ke
dalam rongga tanah. Hmmm… Sebuah konsep arsitektur yang modern dan ramah lingkungan
di tengah sebuah kawasan kuno. JUARA!!!
Setelah
sholat dzuhur di masjid agung Banten, Travelista lanjutkan berziarah ke makam
sultan Hasanuddin yang terletak di sisi utara masjid. Segera Travelista ikut
antri dengan Sobat Piknik yang sudah bersiap menuju pintu gerbang makam yang dibuka tutup oleh pengurus masjid untuk menjaga jumlah maksimal peziarah yang
masuk ke dalam kompleks makam sultan Hasanuddin pendiri kesultanan
Banten yang merupakan putra sunan Gunung Jati dari Cirebon yang konon juga merupakan cucu prabu
Siliwangi penguasa kerajaan Padjajaran dari putrinya yang bernama nyai
Rara Santang.
Prosesi
ziarah yang dipandu para muzawir berlangsung sekitar 10 menit. Setelah itu
Sobat Piknik dapat meninggalkan lokasi ziarah untuk bergantian dengan Sobat Piknik
yang baru datang ke lokasi ziarah.
Berdasarkan
tradisi ziarah di masjid agung Banten. Ziarah dibagi menjadi dua urutan yaitu
ziarah pertama ke makam Sultan Hasanuddin yang berada di sisi utara masjid dan
ziarah kedua ke makan Sultan Abul Mafakir yang berada di sisi selatan masjid.
Segera
Travelista melakukan ziarah kedua ke makan sultan Abul Mafakir yang merupakan
Sultan keempat Banten. Konon sultan Abul
Mafakir menerima tahta kesultanan Banten saat berusia 5 bulan karena sang ayah
yaitu sultan Maulana Muhammad wafat saat melakukan ekspansi ke Palembang.
Di usia
tersebut, pemerintahan kesultanan Banten dijalankan oleh wali sultan yaitu
mangkubumi Jayanegara, Arya Ranamanggala dan ibu nyimas ratu Arya
Wanagiri hingga sultan Abul Mafakir dewasa dan dapat menjalankan
pemerintahannya sendiri hingga beliau wafat dan digatikan oleh putranya yaitu
pangeran Abul Ma’ali Ahmad.
Selesai
sudah prosesi ziarah di kawasan banten lama. Di area lapangan masjid terdapat
sebuah batu yang dinaungi gazebo. Nampak sebuah batu andesit berbentuk persegi panjang. Inilah watu Gilang Sriman Sriwacana yang konon
dulunya digunakan sebagai tempat penobatan raja - raja Padjajaran yang
dipindahkan ke Banten oleh pangeran Maulana Yusuf yang kemudian digunakan
sebagai tempat penobatan sultan Banten.
Tak jauh dari watu Gilang
terdapat juga sebuah batu andesit berbentuk persegi panjang yang disebut Watu
Singayaksa. Konon batu ini digunakan untuk mengumumkan semua titah sultan yang
disampaikan oleh ulama.
Dari Watu Singayaksa, perjalanan Travelista teruskan dengan meyusuri
pedestrian di samping dinding keraton Surosowan untuk menunggu angkot tujuan pasar
Rau yang melintas. Sambil berdoa dan berharap semoga keraton Surosowan dan juga
beberapa situs bangunan yang ada kawasan Banten lama dapat di rekonstruksi
semua layaknya candi Borobudur dan Prambanan. Aamiin…
Selesai sudah
piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...
Pesan moral :
- Kandungan doa itu bebas. Maka jangan pesimis terhadap doa yang dipanjatkan. Dulu saat Travelista piknik ke masjid agung Banten. Travelista berdoa dan berharap agar kawasan masjid dapat ditata lebih rapi agar kita semua dapat merasakan keagungan dan kekhusyukan saat beribadah di masjid agung Banten. Dan sekian tahun kemudian harapan dan doa itu terwujud. #Alhamdulillah...
- Jika tempat bersejarah dikelola dengan baik maka dampak perbaikannya dirasakan betul oleh masyarakat sekitar tempat wisata sejarah berupa limpahan berkah atas transaksi yang dilakukan oleh pengunjung yang datang. Mari kita jaga dan lestarikan setiap tempat bersejarah agar tak hilang ditelan zaman.
Komentar
Posting Komentar