Azan ashar
berkumandang, menepi sejenak Travelista di sebuah masjid di kawasan kampung
sawah untuk bersembahyang. Melangkah masuk, mata tertuju pada aksen pintu dan jendela
yang tidak sama dengan design masjid masa kini yang cenderung minimalis.
Melangkah
ke dalam ruang masjid terasa teduh walau masjid terletak di kawasan dengan
cuaca yang panas. Lantai ubin, atap tengah yang tinggi dan jendela tanpa kaca
menjadi penyebabnya. Ruang masjid tergolong luas tanpa dinding penyekat
menandakan masjid ini diperluas secara bertahap.
Bagian paling mencolok dari masjid kampung sawah ini adalah pilar kayu soko guru
berwarna hijau yang tampak kokoh di bagian tengah masjid. Kekhasan dari keempat
soko guru ini terhubung semacam pagar berpola belah ketupat. Juga terdapat
tangga menuju atap masjid yang dulu digunakan sebagai ruang
mengumandangkan azan.
Konon
pilar soko guru yang berjumlah empat ini merupakan cerminan mazhab yang dianut oleh
ahlus sunnah wal jama’ah yaitu Imam Syafii, Hanafi, Malik dan Hambali.
Dan area
soko guru inilah bangunan tertua masjid yang dibangun pada tahun 1717 dengan
luas awal sekitar 12 x 14 meter oleh Raden Abdul Muhit atau Pangeran Cakrajaya
Adiningrat putra dari Pangeran Tjakrajaya Nitikusuma IV dari kesultanan Mataram
yang ikut menyerang VOC di Batavia pada tahun 1628-1629.
Alasan
Raden Abdul Muhit mendirikan masjid kampung sawah karena merasa perlawanan
secara fisik tidak terlalu efektif untuk mengalahkan belanda yang memiliki
pasukan dan persenjataan lengkap. Sehingga Raden Abdul Muhit mencari cara lain yaitu
dengan mendirikan masjid untuk menyampaikan dakwah yang menggelorakan semangat
umat Islam untuk mengalahkan penjajahan.
Di bagian depan mihrab masjid terdapat beberapa makam di
antaranya adalah makam Guru Mansur yang namanya disematkan pada masjid yang
berlokasi di kampung sawah atau Sawah Lio.
Guru Mansur merupakan keturunan dari Raden Abdul Muhit lahir di Sawah Lio Jakarta Barat tanggal 31 Desember 1878. Guru Mansur adalah ulama ahli falaq yang gigih mengobarkan semangat melawan penjajah melalui dakwah. Guru Mansur juga menjadi pengerakan umat dalam menggagalkan upaya pemerintah kolonial belanda membongkar masjid Cikini pada tahun 1925 yang membuat rencana pembongkaran diurungkan sehingga masjid Cikini tetap berdiri hingga hari ini.
Dukungan Guru Mansur terhadap berdirinya republik tidak diragukan lagi. Konon Guru Mansur pernah ditangkap pemerintah kolonial karena menggerakkan masa dan mengibarkan bendera merah putih di menara masjid kampung sawah sebagai simbol perlawanan terhadap pemerintah kolonial belanda.
Meski diintimidasi dan diimingi imbalan, Guru Mansur tetap teguh pada pendiriannya menentang pemerintah kolonial yang menindas umat. Dari tokoh bernyali tinggi ini muncullah seruan rempug yang dalam bahasa betawi artinya bersatu atau kompak. Dengan seruan rempug lah Guru Mansur mengobarkan semangat umat Islam berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Guru Mansur wafat pada tanggal 12 mei 1967, untuk menghormati dan mengenang sumbangsihnya maka nama masjid kampung sawah diganti menjadi Masjid Al Mansur dan ditetapkan menjadi satu cagar budaya pada tahun 1980.
Selesai sudah
piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...
Pesan moral :
Guru
Mansur mengajarkan kita untuk teguh bersikap dalam melawan kebatilan.
Komentar
Posting Komentar