Bagi Sobat
Piknik yang sering melintas kawasan Senen, tentu tak asing dengan rumah tua
yang terletak di pinggir jalan Kramat Raya No 106. Rumah yang menjadi
saksi bisu pergerakan pemuda dalam menyamakan visi tentang perjuangan
kemerdekaan Indonesia.
Semula
bangunan ini adalah commensalen huis atau rumah kos mahasiswa yang belajar di
sekitar Salemba milik Sie Kong Liong. Adapun tokoh yang
pernah tinggal di rumah ini di antaranya adalah Amir Sjarifuddin, AK Gani dan Muhammad
Yamin.
Setelah
kegiatan pemuda dialihkan ke jalan Kramat no 156. Rumah ini beberapa kali
mengalami perubahan peruntukan. Mulai dari rumah kediaman Pang Tjem Jam pada
periode 1937-1951, kemudian menjadi toko bunga dan hotel yang dikelola oleh Loh
Jing Tjoe serta sempat dijadikan kantor Bea Cukai sampai tahun 1970. Hingga
akhirnya dipugar dan dijadikan museum sumpah pemuda pada 20 Mei 1973 oleh
gubernur Ali Sadikin.
Museum ini buka setiap hari kecuali hari senin dan hari besar nasional. Untuk masuk ke dalamnya Sobat Piknik dikenakan biaya sebesar Rp 2.000 untuk dewasa dan Rp 1.000 untuk anak – anak.
Memasuki ruang depan museum, Sobat Piknik dapat melihat
diorama kehidupan mahasiswa yang terbiasa mengisi harinya dengan membaca buku
dan berdiskusi. Tidak beda jauh dengan kehidupan mahasiswa masa kini yang juga tak pernah lepas dengan buku ya Sobat Piknik ?! Hehehe…
Beranjak ke ruang sebelahnya, Sobat Piknik dapat melihat
diorama seorang mahasiswa yang sedang mendengarkan berita melalui radio sebagai
bahan diskusi dan merencanakan aksi. Di ruang ini Sobat Piknik dapat membaca
artikel sejarah kongres pemuda pertama.
Pada ruang selanjutnya, terpajang replika biola dan riwayat
tentang WR Supratman yang merupakan seorang wartawan, pemusik dan pencipta lagu
Indonesia raya.
Di ruang ini Sobat Piknik juga dapat juga membaca sejarah biola
yang digunakan WR Supratman dalam menciptakan lagu Indonesia raya serta sejarah
lagu Indonesia raya sejak dipertama kali diperdengarkan hingga lagu yang Sobat
Piknik dengar dan nyayikan saat ini.
Di
ruang tengah atau ruang utama museum terdapat diorama kongres pemuda kedua yang
diselenggarakan pada tanggal 27 - 28 oktober 1928. Di sini juga terdapat susunan
acara kongres sumpah pemuda kedua dan notasi lagu Indonesia raya pada pahatan
marmer yang ditempel pada dinding ruangan.
Pada
ruang bagian belakang museum, memajang koleksi sejarah pertumbuhan organisasi
kepemudaan. Di ruang ini Sobat Piknik dapat belajar sejarah kepanduan yang terbentuk untuk membina rasa cinta tanah air yang
dipionirkan oleh Mangkunegoro VII melalui Javaansche Padvinders Organisatie berdiri
pada tahun 1916 di Solo yang disusul dengan pendirian organisasi kepanduan
sejenis setelahnya hingga dilebur menjadi satu dalam Indonesische Nationale
Padvinderij Organisatie cikal bakal Pramuka. Oya, Sobat Piknik masih hafalkan
tepuk pramuka ? Kalau masih hafal, coba deh praktekan sekarang ! Hehehe…
Selain
artikel sejarah kepanduan, di ruang ini juga Sobat Piknik dapat melihat
peralatan pandu yang dipergunakan pada tahun 1920an seperti seragam, bendera, dasi, tanda pangkat dan lain
sebagainya.
Di ruang terbuka museum terdapat monumen persatuan
pemuda 1928 dan relief yang menggabarkan sejarah perjuangan pemuda yang mulai
terorganisir sejak berdirinya perkumpulan Boedi Oetomo, sumpah pemuda,
proklamasi kemerdekaan, agresi militer
belanda, pemberontakan DI/TII hingga penghiatan G30SPKI yang kemudian
memunculkan orde baru di tatanan pemerintahan Indonesia.
Selesai sudah
piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...
Pesan moral :
Ikrar para
pemuda pendahulu kita untuk bertumpah darah satu, berbangsa satu, berbahasa satu.
Sejatinya menyadarkan kita akan arti semangat juang dan cinta tanah air. Sudah
selayaknya kita sebagai pemuda masa kini berani maju di tengah perkembangan jaman
sebagai wujud cinta tanah air dalam perjuangan yang berbeda cara.
Komentar
Posting Komentar