Langsung ke konten utama

Rindu yang Ku Tambat di Stasiun Cigombong

Tak terasa 4 tahun sudah ku tambat rindu di stasiun paling selatan kabupaten Bogor. Cigombong adalah sebuah stasiun kecil yang penuh sejarah bagi Travelista karena selama 4 tahun pula Travelista pergi pulang di setiap awal dan akhir pekan dari Jakarta – Cigombong - Jakarta.

Setelah 4 tahun berlalu, Travelista melintas lagi di stasiun ini. Nampak proyek pembangunan jalan tol dan rel ganda Bogor - Sukabumi membuat beberapa bagian stasiun yang punya banyak kenangan ini mengalami perombakan. Di antaranya adalah penambahan rel baru dan terowongan di bawah jembatan jalan raya Cigombong. 

Melihat dari chanel youtube, master plan pembangunan tol dan rel ganda Bogor – Sukabumi sangat bagus sekali. Kalau ini sudah jadi semua, Travelista yakin pembangunan di Sukabumi akan lebih pesat. Karena Sukabumi akan dijadikan daerah penghubung Yogyakarta – Bandung – Cianjur menuju Bogor dan Jakarta. Hmmm... Tak sabar untuk menunggunya !

Memang dampak pembangunannya dalam beberapa tahun terakhir membuat kemacetan bertambah parah. Tapi itu hanya sementara, karena nanti juga jika sudah selesai semua akan lebih lancar dan kawasan yang di akses akan lebih maju seperti ilustrasi video dari channel youtube ditjen perkeretaapian ini.

Melintas jalan raya Bogor - Sukabumi yang terkenal dengan macetnya adalah hal biasa bagi Travelista. Apalagi saat jam pulang karyawan pabrik. Hmmm... Benar - benar menguji kesabaran dan sering membuat Travelista deg – degan saat mengejar jadwal kereta di stasiun Cigombong menuju stasiun Paledang Bogor yang berangkat jam 17:42

Melintasi proyek pembangunan di Cigombong membawa memori saat Travelista bekerja di salah satu pabrik di kawasan ini. Awalnya Travelista ditugaskan untuk bantu pabrik di Cigombong, Travelista pun diantar, dapat uang saku dan diinapkan di hotel kelas melati di daerah Cicurug dengan fasilitas ala rumah kontrakan. Sebulan Travelista tinggal di sana.

Dari tugas perbantuan sementara, lama – lama tugas berubah menjadi penempatan. Dari yang tadinya Travelista dapat budget menginap di hotel hingga budget itu dicoret dengan alasan cost effisiency dan menjadi tugas reguler. Kalau dulu offering nya untuk penempatan yang jauh dari rumah, tentu Travelista tidak resign dari tempat kerja sebelumnya. Hehehe...

Selama seminggu Travelista coba PP Jakarta – Cigombong naik motor. Ternyata bensin tekor, kadang ban bocor, tenaga pun kendor kalau absen telat kena cocor. 

Seminggu kemudian Travelista ikut Personil cabang yang tinggal di kota Bogor untuk nebeng naik motor ke pabrik. Bangun jam 3:45 makan, mandi, sarapan lalu berangkat stasiun dekat rumah. Jam 4:45 Travelista harus sudah ada di stasiun karena kereta pertama jurusan Bogor berangkat jam 4:55. 

Travelista sediakan spare waktu 10 menit karena takut kereta tiba lebih awal. Sebab kalau tertinggal kereta pertama Travelista harus menunggu pemberangkatan kereta kedua jam 5:30. Tapi bukan karena itu alasan utamanya, sebab Travelista harus tiba di depan Lapas Paledang, meeting point dengan Personil cabang jam 6:30. Tidak enak kalau sudah nebeng lalu ngaret pula, sebab jam masuk kerja kami beda setengah jam. Ya, Travelista sadar diri saja agar Personil cabang tidak telat finger print absen masuk.

Kalau naik kereta pertama, Travelista tiba di stasiun Bogor jam 5:50. Travelista punya spare waktu 40 menit untuk istirahat atau cari sarapan di sekitar stasiun Bogor karena terkadang Travelista bangun atau berangkat dari rumah menuju stasiun terdekat rada telat.

Kalau naik kereta kedua, tiba di stasiun Bogor jam 6:25. Setengah mati Travelista menerobos baris antrian calon penumpang yang menuju ke Jakarta yang sangat padat. Walau sudah diberi garis antrian, tetap saja besarnya animo pengguna jasa KRL ini melebihi garis rambu yang ada. 

Maklum karena moda KRL adalah opsi termurah bagi warga Bogor untuk bekerja di Jakarta. Belum lagi Travelista harus berlari naik jembatan penyebrangan keluar stasiun yang jarak antar anak tangganya lebih tinggi dari jarak antar anak tangga pada umumnya.

Hanya kuat 2 minggu Travelista menjalani kehidupan seperti ini, berangkat gelap pulang gelap. Rasanya mau resign, tapi masih butuh ! Hehehe... 

Segera Travelista menghadap atasan untuk membicarakan hal tersebut. Alih – alih ditarik kembali ke kantor pusat atau dikasih mobil operasional. Travelista malah disuruh cari tempat kosan di sekitar pabrik, nanti biaya sewanya di klaim ke kantor. Segera Travelista beli kasur busa, bantal dan satu galon air di pasar Cicurug untuk menemani suka duka, rindu pilu Travelista selama tinggal di Cigombong.

Memulai fase baru, Travelista berangkat dari Jakarta ke Cigombong setiap hari senin pagi. Dari rumah naik kereta pertama lalu berjalan kaki dari stasiun Bogor ke stasiun Paledang untuk naik KA Pangrango pertama jam 8:05 dan tiba di stasiun Cigombong jam 8:49 lalu dilanjutkan jalan kaki lagi dari stasiun Cigombong ke jalan raya lalu naik angkot menuju pabrik yang membutuhkan waktu sekitar 10 menit.

Waktu itu jadwal kereta Bogor - Sukabumi PP adalah 3 kali sehari. Pagi jam 8:05, siang jam 13:40 dan malam jam 19:05 yang dilayani oleh KA Pangrango. Kalau sekarang jadwal kereta Bogor – Sukabumi PP ada 6 kali karena ada KA Pangrango Tambahan yang melayani 3 trip pada jam 9:30, 14:50 dan 20:35.

Jalur kereta Bogor – Sukabumi berkelok – kelok, menerobos pekarangan rumah warga di bantaran rel, memasuki rumpun bambu, menembus bukit, melaju di tengah sawah, melintas di jembatan sungai dengan latar gunung Salak adalah pemandangan menarik yang akan Sobat Piknik saksikan dari dalam gerbong KA Pangrango.

Tepat jam 8:49 atau 44 menit perjalanan dari stasiun Paledang. Setelah berhenti di stasiun Batu Tulis dan Maseng akhirnya Travelista tiba di stasiun Cigombong. Sebuah stasiun yang terletak di ketinggian 699 mdpl dengan latar pemandangan indah. 

Stasiun dengan bentuk bangunan sederhana dan lawas ini dibangun seiring dengan pembangunan jalur kereta Bogor - Sukabumi - Bandung oleh pemerintah kolonial belanda yang resmi digunakan pada tanggal 21 Maret 1882 untuk mengangkut hasil perkebunan dari selatan Batavia yang kemudian dibawa ke eropa.

Meski pamor jalur kereta Bogor – Sukabumi menuju Bandung meredup dan mati karena dibangunnya jalur kereta alternatif menuju Bandung via Cikampek dan Purwakarta pada 2 mei 1906 dengan waktu tempuh lebih singkat. Lalu sempat aktif lagi dengan dilayani kereta lokal pada periode 2001 - 2006. 

Kembali aktif oleh KRD Bumi Geulis periode 2008 - 2012. Hingga aktif kembali oleh KA Pangrango yang mulai melayani penumpang sejak 9 november 2013 dan KA Pangrango Tambahan pada tanggal 14 mei 2019 yang masih beroperasi hingga kini. Sepanjang rentang waktu itu pula, keindahan stasiun Cigombong tidak pernah berubah.

Orang belanda di stasiun Cigombong (Source : Leiden University Libraries KITLV 116502)
Stasiun Cigombong tahun 1900an (Source : Leiden University Libraries KITLV 19369)


Kawasan Cigombong memang berubah, tapi stasiun tempat ku tambatkan rindu tidak berubah. Sampai jumpa di cerita selanjutnya...


Pesan moral :
Sabagai salah satu saksi sejarah stasiun Cigombong, Travelista merasa sangat senang karena pembangunan masa depan dan peninggalan masa lalu dapat diseiringkan sehingga menjadi perpaduan yang menakjubkan. Travelista berharap semoga semua situs masa lalu tetap menjadi bagian dari situs masa depan.

Komentar

ARTIKEL PALING BANYAK DIBACA

Mengunjungi Etalase Budaya Lampung

Seminggu di kota Bandar Lampung. Diisi kesibukan dengan kerja, kerja dan kerja. Pulang kantor hanya diisi dengan cari kuliner malam ditemani driver ojek online dan nongkrong di tugu Adipura.  Kenapa nongkrong di situ ? Ya, karena kebetulan hotel tempat Travelista menginap ada di sekitar tugu tersebut. Hehehe... Seminggu sudah waktu berlalu, tiket balik ke Jakarta sudah dibooking dengan jadwal penerbangan sore hari. Masih ada sedikit waktu untuk mencari oleh – oleh khas Lampung dan berkunjung ke spot wisata di tengah kota agar tidak terlambat ke bandara.   Yuks, segera bergegas cari oleh - oleh khas. Kalau di Lampung, ya apalagi kalau bukan keripik pisang.  Salah satu sentra penjualan keripik pisang di kota Bandar Lampung terdapat di jalan Pagar Alam Kedaton. Di Sepanjang jalan ini, Sobat Piknik akan dengan mudah menemui kedai penjual keripik pisang yang sudah dibungkus maupun dalam keadaan curah.  Satu hal yang membuat asik belanja di sini adalah Sobat Piknik...

Berharap Terik di Citorek

Tak terasa sudah lebih dari setahun touring motor bareng Sobat Kantor berlalu. Kalau touring edisi sebelumnya disepakati PP dalam sehari. Maka touring kali ini disepakati untuk minta izin ke istri dan anak masing – masing agar dipebolehkan tidak pulang ke rumah karena  perjalanan ke Citorek harus dilakukan malam hari  demi menyaksikan fenomena negeri di atas awan saat matahari terbit. Touring dimulai hari jumat sore setelah jam pulang kantor. Check point pertama rumah Sobat Kantor yang ada di daerah Sawangan untuk dijamu makan malam . Setelah perut kenyang dan bersenda gurau hingga Jam 21:00. Maka perjalannya diteruskan menyusuri jalan raya Parung - Ciampea untuk menuju che ck point kedua di rumah Sobat Kantor yang ada di daerah Jasinga. Tepat jam 23:00 Travelista dan Sobat Kantor tiba di check point Jasinga untuk rehat sejenak dan ngemil tengah malam. Setelah mandi dan persiapan lainnya, tepat jam 03:00 dini hari, Travelista dan Sobat Kantor memulai perjalanan menuju Citorek ...

Rumah Penentu Kemeredekaan di Bantaran Citarum

Piknik kali ini Travelista mengunjungi rumah Djiauw Kie Siong seorang saudagar Tionghoa kelahiran Rengasdengklok yang dijadikan tempat pengasingan Bung Karno dan Bung Hatta yang teletak di jalan Perintis Kemerdekaan 33 Karawang. Jakarta tanggal 15 Agustus 1945 siang hari, para pemuda mengadakan pertemuan di Jalan Cikini 71 dengan keputusan agar proklamasi kemerdekaan segera dilakukan tanpa menunggu janji dari jepang. Sekitar pukul 21.30 malam hari, para pemuda mendatangi rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur 56 Jakarta setelah mendengar berita kekalahan Jepang dalam perang Pasifik. Para pemuda mengancam Bung Karno untuk memproklamasikan kemerdekaan “malam ini juga atau paling lambat besok tanggal 16 Agustus 1945” sambil menimang - nimang senjata. Namun para pemuda gagal memaksa Bung Karno karena merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI. Karena menurutnya memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia harus dibicarakan terlebih dahulu dengan seluruh anggota PPKI agar tidak menyimpang...