Langsung ke konten utama

Napak Tilas di Persinggahan Laksamana Cheng Ho

Berkunjung ke Semarang, tak lengkap rasanya jika tidak berkunjung ke Kelenteng Sam Poo Kong yang terletak di daerah Simongan. Kelenteng Sam Poo Kong merupakan tempat persingahan Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam dari Negeri Tiongkok dalam ekspedisi menuju Majapahit.

Konon, saat rombongan Laksamana Cheng Ho melintasi Laut Jawa banyak awak kapal yang sakit, terutama juru mudinya yang bernama Ong Keng Hong sehingga Laksamana memutuskan berlabuh sejenak di Simongan yang dulunya merupakan tepi pantai untuk berlindung di sebuah Goa di tepi pantai Simongan yang kini lokasinya menjadi Kelenteng Sam Poo Kong yang artinya gedung batu.

Setelah merawat pengikutnya yang sakit keras hingga kondisinya membaik, Cheng Ho pun melanjutkan ekspedisi ke Majapahit. 

Beberapa pengikut yang belum pulih memilih untuk tetap tinggal di Simongan dan menikah dengan penduduk setempat yang kemudian memajukan bidang pertanian, perdagangan dan menyebarkan ajaran Islam serta menceritakan kebaikan Sang Laksamana di kawasan utara pulau Jawa.

Kawasan Kelenteng Sam Poo Kong dibuka untuk umum. Untuk masuk ke dalamnya tersedia 2 jenis tiket yaitu tiket reguler seharga Rp 15.000 untuk dewasa dan Rp 8.000 untuk anak - anak. 

Dengan tiket reguler ini Sobat Piknik hanya dapat menunjungi area lapangan yang terdapat patung Laksamana Cheng Ho dan bangunan panggung saja. Namun jika Sobat Piknik ingin menjelajahi semua area Kelenteng. Sobat Piknik dapat membeli tiket terusan seharga Rp 30.000 untuk dewasa dan Rp 15.000 untuk anak - anak.

Setelah mengitari semua sudut lapangan Kelenteng. Bagi Sobat Piknik yang memiliki tiket terusan dapat menunjukkan tiket tersebut kepada Petugas jaga untuk masuk area inti Kelenteng. 

Di area ini Sobat Piknik dapat mengunjungi Kelenteng Sam Poo Tay Djien, Kelenteng Tho Tee Kong atau Dewa Bumi, Makam Kyai Juru Mudi atau Wang Jing Hong yang meninggal pada usia 87 tahun, Keleteng Kyai Jangkar dan pohon rantai yang konon pernah digunakan untuk mengikat kapal yang berlabuh serta makam Kyai Tumpeng yang biasa diziarahi dalam waktu tertentu di penanggalan jawa.

Di bagian bawah Kelenteng Tho Tee Kong atau Dewa Bumi terdapat situs sejarah yang nyaris punah karena sering terendam banjir yaitu Gua Gedung Batu yang merupakan cikal bakal Kelenteng Sam Poo Kong. Namun tidak semua orang dapat mengakses situs bersejarah tersebut.

Pada bagian belakang Kelenteng Dewa Bumi Sobat Piknik dapat melihat relief berseri yang mengisahkan perjalanan Laksamana Cheng Ho dari Liu Jia Gang Tiongkok hingga tiba di pulau Jawa yang dijelaskan dalam 3 bahasa yaitu Indonesia, Inggris dan Mandarin.



Dan sebelum mengakhiri piknik di Kelenteng Sam Poo Kong, Sobat Piknik dapat membeli cendera mata khas yang dijual di area kantin Kelenteng untuk orang terkasih. Selesai sudah piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...




Pesan moral :
  1. Kelenteng Sam Poo Kong adalah contoh dan bukti dari sebuah akulturasi budaya dan sikap toleransi yang telah dipupuk sejak dulu sehingga Bangsa Indonesia dapat hidup damai dalam keragaman yang harus terus kita jaga dan perjuangkan agar Bangsa ini terus hidup rukun dalam kebhinekaan. #Bhinekatunggalika.
  2. Dari Laksamana Cheng Ho kita dapat belajar bahwa sifat seorang pemimpin tidak hanya berani tetapi juga bijaksana hal tersebut yang membuat kebaikan Laksamana Cheng Ho tetap dikenang sepanjang masa.

Komentar

Posting Komentar

ARTIKEL PALING BANYAK DIBACA

Mengenal Lebih Dekat Muhammad Husni Thamrin

Bagi Sobat Piknik yang sering ikut Car Free Day pasti sudah tidak asing lagi dengan jalan MH Thamrin. Sebuah nama jalan protokol Ibukota yang membentang dari bundaran HI sampai dengan bundaran air mancur di kawasan Monas yang diapit oleh patung kuda Arjuna Wijaya dan patung MH Thamrin. Hmmm... Jadi penasaran dengan tokoh yang dijadikan nama jalan tersebut !? Siapakah beliau ? Yang konon merupakan Pahlawan Nasional yang berasal dari tanah Betawi. Mencoba untuk mencari informasi lebih banyak dari referensi internet. MH Thamrin adalah salah satu tokoh penting dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.  Hmmm ... Makin ingin mengenal lebih dekat dengan tokoh yang satu ini ! Let’s go...! Kita susuri jejak Muhammad Husni Thamrin dengan menapaktilasi perjalanan hidup sang diplomat ulung yang pernah Indonesia miliki di sebuah museum yang terletak di gang Kenari 2 kawasan Senen Jakarta Pusat. Untuk menuju museum ini, Sobat Piknik dapat naik busway rute 5 Ancol – Kampung Mela...

Melihat Miniatur Kalimantan Selatan di Dalam Sebuah Museum

Berkunjung ke museum sebelum melanjutkan perjalanan ke kota selanjutnya adalah hal yang bijak di tengah keterbatasan waktu sambil menunggu penerbangan. Di sela waktu tunggu kali ini Travelista sempatkan untuk mengunjungi museum Lambung Mangkurat yang terletak di jalan Ahmad Yani Kota Banjar Baru. Pertama kali didirikan pada tahun 1907 oleh pemerintahan hindia belanda untuk menyimpan temuan artefak purbakala di Kalimantan Selatan dengan nama museum Borneo namun fungsinya dihentikan saat tentara jepang mulai menduduki Kalimantan Selatan. Borneo museum in Bandjarmasin 1907 koleksi Tropen Museum Pada tanggal 22 Desember 1955 dengan koleksi barang - barang pribadi miliknya. Amir Hasan Kiai Bondan mencoba menghidupkan kembali museum Borneo yang diberi nama museum Kalimantan. Pada tahun 1967 bangunan museum dipugar dan diberi nama museum Banjar hingga dibangun gedung museum baru bergaya rumah Bubungan Tinggi modern yang diberi nama Lambung Mangkurat dan diresmikan kembali oleh Mendikbud D...

Pusat Pemujaan Kerajaan Tarumanegara

Sebenarnya sudah beberapa kali Travelista bertugas di pusat kota Karawang. Namun baru kali ini Travelista sempat mengunjungi situs percandian Batujaya yang lokasinya cukup jauh dari pusat kota. Karena benar – benar niat, maka Travelista naik KRL dari stasiun Manggarai ke stasiun Cikarang disambung motoran dengan Sobat Kantor yang bersedia mengantar Travelista ke situs percandian Batujaya. Hehehe… Dari stasiun Cikarang, jarak ke situs percandian Batujaya sekitar 30 km melalui jalan Sukatani - Cabang Bungin - Batujaya kemudian berbelok ke jalan raya candi Jiwa. Setelah motoran sekitar satu setengah jam dari stasiun Cikarang, akhirnya Travelista sampai gapura jalan raya candi Jiwa. Motor Travelista parkir di museum situs candi Batujaya yang diresmikan tahun 2006. Di dalam museum, Sobat Piknik dapat melihat artefak yang ditemukan saat ekskavasi di situs percandian Batujaya seperti manik - manik, potongan kayu, arca, votive tablet atau keping tanah liat berbentuk miniatur stupa, gerabah...