Langsung ke konten utama

Menikmati Pertunjukan Budaya Dayak Kenyah di Desa Pampang

Setelah kemarin Travelista piknik ke kota Tenggarong, sisa akhir pekan di Samarinda, Travelista gunakan untuk piknik ke desa budaya Pampang. Untuk menuju kawasan ini, Sobat Piknik dapat menggunakan mobil atau motor karena tidak ada angkutan umum yang menuju ke desa Pampang.

Letaknya tidak terlalu sulit diakses, untuk Sobat Piknik dari arah Samarinda dapat berbelok ke kiri jalan poros sebelum bandara APT Pranoto. Dan bagi Sobat Piknik dari arah Bontang dapat berbelok ke kanan jalan poros setelah bandara APT Pranoto.

Ada hal unik yang akan Sobat Piknik temui saat menempuh perjalanan menuju desa Pampang. Sobat Piknik akan bertemu dengan sekelompok warga yang berkumpul di tepi bukit untuk menanti pesawat take off dan landing dari dan menuju bandara APT Pranoto. Travelista kira ada apa ? Kok ada kerumunan warga dan ada tukang jajanan segala ?!

Bandara APT Pranoto sendiri adalah bandara baru yang beroperasi pada tanggal 24 Mei 2018 menggantikan bandara Temindung di pusat kota Samarinda yang sudah tidak dapat dikembangkan lagi. 

Ini adalah sebuah hal yang menggembirakan, karena Samarinda ini adalah satu - satunya ibukota Propinsi yang telah lama berdiri namun tidak memiliki bandara yang representatif. Sebab penerbangan pesawat komersil ada di kota Balikpapan. Sekitar 2,5 jam jika ditempuh via perjalanan darat.

Namun sayang sekali saat Travelista tiba. Kata para warga, pesawat baru saja baru saja take off. Nanti ada 1 jam lagi katanya. Hmmm… Sampai hafal nih Bapak dan Ibu jadwal penerbangan di bandara APT Pranoto ini. Hehehe… 

Karena waktu acara pertunjukan sudah akan segera dimulai, maka perjalanan Travelista lanjutkan menuju Desa Pampang. Jarak dari bukit yang berada di depan landasan pacu bandara ini sekitar 3 km, nanti saat tiba di perempatan jalan Pampang Muara, Sobat Piknik belok kanan menyusuri jalan wisata budaya Pampang hingga akhirnya Sobat Piknik tiba di lamin adat pemung tawai desa Pampang yang ada di sebelah kiri jalan.

Desa Pampang diresmikan sebagai desa budaya pada bulan juni tahun 1991 oleh Gubernur Kalimantan Timur periode 1988 – 1998 HM Ardans. Tujuannya adalah untuk melestarikan kebiasaan adat serta budaya suku Dayak Kenyah yang ada Samarinda setelah budaya berpindah ladang yang mereka mulai sejak dari Apokayan Kabupaten Malinau terhenti di desa Pampang sekitar tahun 1967.

Untuk masuk ke lamin pemung tawai Sobat Piknik akan dikenakan biaya tiket masuk Rp 20.000 perorang. 

Hampir semua dinding lamin diukir motif khas Dayak dengan kombinasi warna hitam, kuning dan putih. Sobat Piknik bebas memilih kursi dengan spot terbaik untuk menikmati seni pertujukkan yang akan segera dimulai tepat jam 14:00 WITA dan hanya digelar pada hari minggu saja. Jadi kalau Sobat Piknik ke sana selain hari minggu maka tidak akan bisa menyaksikan seni tari yah...!

Waktu sudah hampir menunjukkan jam 14:00, denting suara alat musik sape akan membuat feeling Sobat Piknik benar – benar hadir di tengah – tengah kehidupan suku Dayak. Di lamin ini Sobat Piknik akan disuguhkan sekitar 10 kanjet atau tarian suku Dayak Kenyah secara berurutan. Sebelum sebuah tarian dimulai, Sobat Piknik akan terlebih dahulu mendapat penjelasan mengenai makna atau filosofi dari tarian yang akan dipertontonkan.

Dan tarian yang pertunjukan pertama adalah kanjet leman delasan atau tarian membersihkan halaman yang dibawakan oleh sesepuh suku Dayak Kenyah. Dengan pedang panjang di tangan kanan dan tameng berukir khas Suku Dayak di tangan kiri. Seorang Kakek menari ke sana ke mari dengan penuh penghayatan seiring denting dawai sape yang terdengar begitu magis. #Keren.

Setelah kanjet leman delasan, maka berbagai tarian dipertontonkan secara beruntun baik yang dibawakan oleh anak – anak, remaja, para ibu hingga sesepuh Dayak Kenyah. Nampaknya syarat untuk menjadi warga desa Pampang adalah harus bisa menari deh ?! Hehehe...

Pokoknya salut deh Sobat Piknik, regenerasi budaya di desa Pampang terus dilakukan agar budaya Dayak Kenyah di desa Pampang tetap lestari. #Salut.

Selain menampilkan kanjet yang menggambarkan keindahan dan kegembiraan. Kanjet hudog menampilkan tarian yang menggunakan topeng yang menggambarkan kekuatan supranatural untuk mengusir kekuatan jahat yang ada dalam kehidupan suku Dayak.

Selain kanjet yang dibawakan secara perorangan, duet dan kelompok. Terdapat kanjet yang memperbolehkan Sobat Piknik yang berkunjung untuk ikut berpartisipasi dalam kanjet tersebut.

Kanjet anyam tali yaitu tarian menggambarkan keragaman suku bangsa, bahasa dan agama yang tersatukan oleh sikap saling menghormati dan bersahabat yang disimbolkan oleh aneka tali berwarna - warni. Di atas simpul tali berwarna warni tersebut terdapat patung burung enggang yang menyimbolkan seorang Pemimpin yang dapat menganyomi perbedaan – perbedaan yang ada.

Selain kanjet anyam tali, Sobat Piknik juga diajak berinteraksi dalam kanjet Pampaga di sini penari memainkan bilah kayu bulat yang menimbulkan suara berirama, sedangkan penari yang lain menari di atas bilah kayu tersebut.

Semakin lama irama dan gerak kayu semakin cepat sehingga membuat para penari juga harus mempercepat langkahnya di atas kayu agar kakinya tidak terjepit. Bagi Sobat Piknik yang suka tantangan, Travelista sarankan untuk ikut tarian ini. Sakit ! Tapi mengasikkan. Hehehe…

Dan sesi terkahir yang Travelista paling nantikan adalah berfoto bersama Sesepuh suku Dayak berdaun telinga panjang ! Dalam budaya Dayak tradisi memanjangkan telinga disebut telingaan aruu. Tradisi memanjangkan telinga ini dilakukan secara turun - temurun oleh suku Dayak Kenyah yang dimulai saat masih bayi.

Pemanjangan daun telinga ini biasanya menggunakan pemberat berupa logam berbentuk lingkaran gelang dari tembaga yang bahasa kenyah di sebut belaong yang akan ditambahkan satu persatu ke daun telinga sehingga lama – lama lubang tindik semakin membesar dan memanjang.

Adapun filosofi dari tradisi telingaan aruu ini adalah untuk melatih kesabaran melalui adanya beban yang menempel di telinga. Dengan adanya beban di telinga, maka rasa sabar dan daya tahan atas penderitaan yang dirasakan pun semakin terlatih. Konon pada zaman dahulu, diyakini bahwa semakin panjang telinga seorang wanita, maka semakin cantik pula wanita tersebut. #Cakep.

Dan kanjet terakhir yang ditampilkan adalah kanjet leleng. ini adalah tarian selamat berpisah yang ditarikan oleh semua penari yang telah tampil dengan mengajak seluruh Sobat Piknik yang hadir untuk ikut menari untuk terakhir kalinya.

Setelah menyaksikan rangkaian acara pertunjukan, Sobat Piknik dapat membeli beragam aksesoris khas Dayak seperti kalung, gelang dan tas yang terbuat dari manik – manik dan berbagai jenis cinderamata lainnya yang menarik untuk Sobat Piknik miliki sebagai tanda bukti telah berkunjung ke desa Pampang.



Bagaimana, Sobat Piknik ? Kepingin juga menyaksikan kehidupan suku Dayak secara langsung ?! Selesai sudah piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...


Pesan moral :
Eksotisme pertunjukan budaya seperti yang dipertunjukkan di desa Pampang adalah representasi yang dapat Sobat Piknik jadikan alternatif untuk memperkaya khazanah ilmu sosio antrolpologi. Dan ini sangat patut untuk dijadikan aset unggulan wisata budaya daerah. Dan Travelista berharap semoga desa – desa adat penduduk asli seperti desa Pampang ini dapat dijumpai diberbagai penjuru nusantara.

Komentar

  1. ai kaka.. kami sedang memperkenalkan lagu dayak berbahasa punan, lagu tersebut mengisahkan betapa pentinga nya hutan bagi masyaraakat punan https://youtu.be/GsYTItYh1Xc minta bantu like dan komen kaka.. maksih

    BalasHapus

Posting Komentar

ARTIKEL PALING BANYAK DIBACA

Mengunjungi Etalase Budaya Lampung

Seminggu di kota Bandar Lampung. Diisi kesibukan dengan kerja, kerja dan kerja. Pulang kantor hanya diisi dengan cari kuliner malam ditemani driver ojek online dan nongkrong di tugu Adipura.  Kenapa nongkrong di situ ? Ya, karena kebetulan hotel tempat Travelista menginap ada di sekitar tugu tersebut. Hehehe... Seminggu sudah waktu berlalu, tiket balik ke Jakarta sudah dibooking dengan jadwal penerbangan sore hari. Masih ada sedikit waktu untuk mencari oleh – oleh khas Lampung dan berkunjung ke spot wisata di tengah kota agar tidak terlambat ke bandara.   Yuks, segera bergegas cari oleh - oleh khas. Kalau di Lampung, ya apalagi kalau bukan keripik pisang.  Salah satu sentra penjualan keripik pisang di kota Bandar Lampung terdapat di jalan Pagar Alam Kedaton. Di Sepanjang jalan ini, Sobat Piknik akan dengan mudah menemui kedai penjual keripik pisang yang sudah dibungkus maupun dalam keadaan curah.  Satu hal yang membuat asik belanja di sini adalah Sobat Piknik...

Melihat Artefak Sejarah Perminyakan Pulau Tarakan

Travelista lanjutkan estafet piknik di pulau Tarakan. Nah, tujuan piknik selanjutnya adalah ke “ruh” pulau Tarakan yaitu emas hitam atau minyak bumi. Salah satu artefak yang dapat Sobat Piknik temukan adalah tugu Pompa Pertamina.  Tugu ini terletak di bundaran jalan Pattimura,  tidak jauh dari baloy adat Tidung . Pada pompa ini tertulis Thomassen OE Steeg Holland. Kemungkinan pompa ini adalah peninggalan jaman Belanda saat mengeksploitasi minyak dari bumi Tarakan. Udara yang sangat terik Travelista rasakan selama piknik di pulau Tarakan, semerbak aroma bensin sesekali terhirup saat Travelista melewati jalan Sei Sesayap.  Di beberapa sudut jalan terdapat pompa angguk yang nampaknya masih aktif beroperasi. Menurut Travelista, inilah tambang minyak paling sederhana yang pernah Travelista lihat. Seperti biasa, kalau tidak ke kantor Pusat Pemerintahan atau alun – alun, maka   berfoto di Masjid Agung adalah hal wajib bagi Travelista. Kali ini Travelista sempatk...