Kali ini Travelista dapat tugas ke Pangkalan Bun,
sebuah sebuah kota yang terletak di Kalimantan Tengah. Pangkalan Bun sendiri
merupakan ibukota kabupaten Kotawaringin Barat. Walaupun berstatus sebagai ibukota
kabupaten, Pangkalan Bun memiliki bandara dan terhubung dengan penerbangan langsung
dari Jakarta.
Saat ini terdapat dua maskapai yang melayani rute
Jakarta – Pangkalan Bun. Soal fasilitas, layanan dan waktu tempuh, Travelista
rasa tidak terlalu jauh berbeda. Hanya jam penerbangan saja yang mungkin menjadi
penentu pilihan Sobat Piknik saat ingin berkunjung ke Pangkalan Bun.
Setelah melakukan penerbangan sekitar 1 jam 35 menit, akhirnya Travelista mendarat di bandara Iskandar. Salah satu pintu masuk menuju Pangkalan Bun selain pelabuhan Kumai dan terminal bus Natai Suka.
Setelah melakukan penerbangan sekitar 1 jam 35 menit, akhirnya Travelista mendarat di bandara Iskandar. Salah satu pintu masuk menuju Pangkalan Bun selain pelabuhan Kumai dan terminal bus Natai Suka.
Dari bandara Iskandar, Travelista sudah ditunggu Personil cabang untuk berwisata di kota ini. Nggak deh BOSS QU ! KERJA di kota ini. Hehehe…
Keluar dari bandara, Sobat Piknik akan disambut oleh
tugu Pancasila yang lebih populer dengan sebutan bunderan Pancasila. Ini adalah
salah satu spot wajib untuk berfoto saat Sobat Piknik berkunjung ke PANGKALAN
BUN.
Tepat di
belakang bundaran Pancasila terdapat sebuah monumen pesawat yang populer dengan
sebutan Palagan Sambi. Pesawat yang bertengger di puncak tugu adalah pesawat RI
002 yang digunakan dalam operasi penerjunan pertama di bumi Kalimantan dalam
rangka mengusir belanda pada tanggal 17 Oktober 1947. Operasi ini dipimpin oleh
Letda Iskandar di bawah komando Mayor Udara Tjilik Riwut yang merupakan putra
asli Kalimantan.
Di bagian belakang
monumen Palagan Sambi terdapat relief dengan dominasi warna hitam dan emas yang
menceritakan pertempuran tanggal 17 oktober 1947 yang menewaskan 13 penerjun
terbaik bangsa ini. Oleh karena itu, setiap tanggal 17 oktober diperingati
sebagai hari jadi Paskhas TNI AU. Hebatkan Sobat Piknik !? Itu semua bermula di sebuah kota
kecil (saat itu) yang bernama Pangkalan Bun.
Di seberang monumen Palagan Sambi terdapat Taman Kota Manis. Perlu
Sobat Piknik ketahui bahwa julukan Pangkalan Bun adalah Kota Manis. MANIS
sendiri merupakan singkatan dari Minat,
Aman, Nikmat, Indah dan Segar. Nah dari semboyan tersebutlah yang menjadi
semangat Masyarakat Pangkalan Bun untuk menjadi MANIS. Sehingga tak heran jika
Pangkalan Bun menjadi langganan peraih penghargaan piala Adipura.
Taman kota yang tertata apik dan bersih ini adalah ruang
terbuka hijau kota Pangkalan Bun. Sekitar taman kota manis atau Bunderan
Pancasila adalah pusat jajanan kota Pangkalan Bun. Semua jenis makanan ada di
tempat ini, mulai dari kelas angkringan hingga kelas café yang dapat Sobat
Piknik kunjungi dari pagi hingga malam hari.
Puas
berkeliling di sekitar bunderan Pancasila, Travelista lanjutkan
untuk mencicipi makanan khas Pangkalan Bun yaitu coto menggala. Walaupun
berlabel makanan khas, tak banyak yang menjual makanan yang satu ini. Karena
menurut Personil cabang, coto manggala biasanya dihidangkan pada acara tertentu
saja seperti resepsi pernikahan atau pertemuan adat. Salah satu penjual makanan
ini adalah coto manggala Mama Fany yang beralamat di jalan PRA
Kesumayudha.
Berbeda
dengan soto pada umumnya, jika soto atau coto biasa disantap dengan nasi atau
ketupat sebagai sumber karbohidrat. Coto manggala disantap dengan singkong. Kaldu
putih yang gurih dicampur singkong dan suwiran daging ayam membuat rasa coto khas
dari Pangkalan Bun ini JUARA !!!
Setelah manikmati coto manggala, perjalanan Travelista
teruskan ke Istana Kuning yang beralamat di jalan Bukit Raja. Saat
mendengar nama Istana kuning, tentu yang ada dibenak Travelista adalah bangunan
megah yang berwarna emas seperti yang ada di negara Thailand atau minimal
seperti istana Maimun di kota Medan.
Tapi rupanya apa yang ada di benak Travelista salah ! Istana yang dimaksud adalah sebuah rumah panggung
berbahan kayu ulin tampak sederhana, tanpa pulas ataupun ukiran yang
melekat. Tidak ada warna kuning yang menyita pandangan mata. Lalu mengapa
dinamakan Istana Kuning !?
Untuk masuk ke dalam istana Kuning, Sobat Piknik akan
dikenakan tiket masuk Rp 5.000. Saat memasuki halaman Istana, Sobat Piknik akah
disambut oleh empat buah meriam kuno yang masih tampak gagah. Tak ada
keterangan yang menyebutkan tentang sejarah meriam ini. Tapi yang pasti ada strip
KUNING di bagian alas meriam ini.
Hehehe…
Pintu masuk istana Kuning tepat berada di depan gerbang.
Sebuah pintu dan lorong kecil menjadi akses masuk ke dalam istana. Untuk masuk
ke dalam ruang Istana, Sobat Piknik diharuskan untuk melepas alas kaki demi
menjaga kebersihan dan kelestarian Istana berbahan kayu ini.
Di bagian dalam Istana terdapat lukisan sultan Kutawaringin
yang pernah bertahta. Kesultanan Kutawaringin sendiri adalah bagian dari
kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan. Karena sultan pertama yaitu pangeran
Dipati Anta Kusuma merupakan putra dari sultan Mustain Billah (Sultan Banjar ke
IV).
Kesultanan
Kutawaringin berdiri pada tahun 1673 yang berpusat di istana Al Nursary Kutawaringin
Lama. Pemerintahan di istana Al Nursary berlangsung sejak tahun 1673 – 1813.
Pada tahun 1814 sultan Imanuddin (Sultan ke IX) memindahkan ibukota pemerintahan
ke istana Kuning di Pangkalan Bun.
Sebutan Pangkalan Bun sendiri bermula saat sultan
Imanuddin melakukan perjalanan menyusuri sungai Arut dari Kutawaringin Lama
menuju Kumai. Sultan Imanuddin sering singgah di Pongkalan Buun. Kata Pongkalan
berarti tempat singgah dan Buun adalah nama orang Dayak pemilik rumah atau
Pongkalan yang disinggahi oleh sultan Imanuddin.
Karena
sultan Imanuddin sering hilir mudik dari Kotawaringin Lama ke Kumai dan singgah
di Pongkalan Buun. Di situlah muncul keinginan Sang Sultan untuk membuat sebuah
kampung yang kemudian dikenal sebagai Pangkalan Bun.
Di ruang
Istana terdapat replika tahta lengkap dengan kursi para pejabat kesultanan yang
didominasi warna kuning dan hijau yang merupakan warna kebesaran kesultanan
Kutawaringin. Di sini juga terdapat koleksi guci, piring, pedang, baju besi untuk
berperang dan sepasang pengantin dengan menggunakan pakaian khas kesultanan
Kutawaringin.
Di serambi
kanan Istana terdapat aula yang saat ini biasa digunakan untuk kegiatan budaya.
Di aula ini terdapat replika gong, perahu layar dan kereta kuda yang biasa
digunakan keluarga kesultanan untuk berkeliling wilayah Pangkalan Bun.
Setelah mengunjungi Istana Kuning, perjalanan Travelista
lanjutkan ke Istana pangeran Mangkubumi yang terletak di jalan Pakunegara. Bangunan
dengan perpaduan gaya limas khas Jawa dengan betang khas Dayak ini adalah
kediaman pribadi pangeran Mangkubumi yang merupakan menantu dari sultan Anum Kusumayudha
(Sultan ke XI) yang bertahta pada tahun 1867 -1904.
Sama dengan istana Kuning, kediaman pangeran Mangkubumi ini
terbuat dari kayu ulin. Bedanya adalah jika istana Kuning adalah bentuk replika
yang dibangun kembali oleh pemerintah daerah Kotawaringin Barat setelah istana
asli hangus terbakar pada tahun 1986. Istana pangeran Mangkubumi yang dibangun pada tahun 1850
ini masih dalam bentuk asli dan masih didiami oleh keturunan pangeran
Mangkubumi.
Dari Istana Pangeran Mangkubumi perjalanan Travelista
lanjutkan ke rumah betang yang terletak di jalan Utama Pasir Panjang atau tepat
di seberang SMP Negeri 7 Arut Selatan. Rumah betang ini dibangun pada tahun
2010 untuk memperkenalkan kebudayaan suku Dayak kepada Sobat Piknik yang
berkunjung ke Pangkalan Bun.
Tidak dikenakan biaya bagi Sobat Piknik yang berkunjung ke
rumah betang. Rumah khas Dayak ini memiliki keunikan yaitu akses masuk rumah
sangatlah kecil, hanya cukup untuk dititi oleh satu orang saja. Menurut
kebiasaan suku Dayak jaman dahulu, tangga untuk masuk rumah diangkat pada malam
hari untuk mengindari ngayau yaitu pemburu kepala manusia.
Setelah puas keliling Pangkalan Bun, tidak lengkap rasanya
kalau piknik kali ini tidak mencicip durian lokal Kalimantan. Kebetulan piknik
kali ini bertepatan dengan musim durian. Jadi untuk nawar harga durian, bisa
suka – suka ! Hehehe…
Perjalanan Travelista terhenti pada sebuah mobil pick up yang
menjual aneka durian. Travelista merasa sangat beruntung karena di sini
Travelista dapat menemukan durian endemik Kalimantan yang hampir punah !
Selain durian lokal dan paken, Travelista berkesempatan
mencicipi keratungan. Berbeda dengan kulit durian dan paken, kulit keratungan
sangat panjang dan tajam. Awalnya Travelista kira adalah sejenis rambutan.
Ternyata adalah sejenis durian ! Rasanya sangat manis dan aromanya tidak semenyengat
durian. Memang isinya sedikit dan dagingnya tipis, tapi rasanya JUARA !!!
Apalagi semua jenis durian ini dapat Travelista tawar serba Rp 5.000 di pesta
durian kali ini. Hehehe…
Nah, selesai
sudah pekerjaan Travelista di Pangkalan Bun. Sampai jumpa di piknik
selanjutnya...
Pesan moral :
- Kutawaringin adalah simbol perkembangan islam di Kalimantan Tengah, terdapat beberapa situs sejarah yang masih tersisa namun masih perlu mendapat perhatian khusus dari para pemangku kepentingan agar situs sejarah tersebut tetap lestari dan dapat dipelajari oleh generasi yang akan datang.
- Alih fungsi lahan di Kalimantan tentu secara langsung berdapak pada degradasi keragaman hayati bumi Borneo. Di antaranya adalah buah durian hutan Kalimantan yang dijuluki si raja buah. Travelista berharap jika alih fungsi lahan tetap memberi ruang khusus untuk kelestarian aneka flora endemik Kalimantan.
Komentar
Posting Komentar