Mengisi
awal akhir pekan di Makassar, Travelista isi dengan piknik ke Fort Rotterdam
sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa yang terletak di sisi barat Kota
Makassar.
Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke 9 yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' Kallonna dengan nama benteng Jum Pandang dengan bahan dasar awal tanah liat dan kemudian digantikan dengan bahan batu oleh Sultan Alauddin raja Gowa ke 14.
Karena Kerajaan Gowa menandatangani perjanjian Bongaya yang salah satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng Jum Pandang kepada belanda. Maka pada saat itu belanda mengganti nama benteng menjadi fort Rotterdam yang kemudian digunakan sebagai pusat penampungan rempah - rempah dari Indonesia bagian timur.
Sebenarnya tidak ada biaya yang dikenakan untuk masuk ke kawasan fort Rotterdam, Sobat Piknik hanya perlu mengisi buku tamu di pos Security. Tapi Security harap agar Sobat Piknik memberi sumbangan sukarela tanpa menyebut biaya minimal. #ngertikanmaksudnya Hehehe…
Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke 9 yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' Kallonna dengan nama benteng Jum Pandang dengan bahan dasar awal tanah liat dan kemudian digantikan dengan bahan batu oleh Sultan Alauddin raja Gowa ke 14.
Karena Kerajaan Gowa menandatangani perjanjian Bongaya yang salah satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng Jum Pandang kepada belanda. Maka pada saat itu belanda mengganti nama benteng menjadi fort Rotterdam yang kemudian digunakan sebagai pusat penampungan rempah - rempah dari Indonesia bagian timur.
Sebenarnya tidak ada biaya yang dikenakan untuk masuk ke kawasan fort Rotterdam, Sobat Piknik hanya perlu mengisi buku tamu di pos Security. Tapi Security harap agar Sobat Piknik memberi sumbangan sukarela tanpa menyebut biaya minimal. #ngertikanmaksudnya Hehehe…
Setelah mengisi buku tamu, Travelista
menuju sebelah kiri atau sisi barat benteng, di sini terdapat bastion Bone.
Bastion ini menghadap selat Makassar, nampaknya bastion ini berfungsi sebagai tempat
pengintaian musuh yang hendak menyerbu benteng.
Hal ini tanpak dari susunan batu yang tinggi dan tebal. Benteng Fort Rotterdam memiliki lima bastion yang terletak di setiap penjuru benteng. Jika dilihat dari udara atau maket, benteng ini berbentuk penyu dengan empat kaki satu kepala yang direpresentasikan oleh lima buah bastion.
Hal ini tanpak dari susunan batu yang tinggi dan tebal. Benteng Fort Rotterdam memiliki lima bastion yang terletak di setiap penjuru benteng. Jika dilihat dari udara atau maket, benteng ini berbentuk penyu dengan empat kaki satu kepala yang direpresentasikan oleh lima buah bastion.
Dari
bastion Bone Travelista beranjak ke Museum La Galigo yang menempati gedung D. Untuk masuk ke dalamnya Sobat Piknik
akan dikenakan biaya Rp 10.000. Di dalam museum La Galigo Sobat Piknik dapat
mempelajari tentang sejarah kerajaan yang berkuasa di tanah Makassar.
Setelah menikmati koleksi museum La Galigo
yang ada di gedung D, Travelista menuju bastion Mandarsyah yang terletak di bagian
belakang benteng untuk mengeliling sisi luar fort rotterdam.
Di sisi ini Sobat Piknik akan menemui lorong penghubung bastion dengan gedung
bangunan yang ada di tengah benteng.
Dari setelah mengeliling benteng, Travelista kembali
mengunjungi museum La Galigo yang bertempat di gedung M yang dulunya merupakan
kantor perdagangan VOC.
Untuk masuk ke museum La Galigo yang bertempat di
gedung M ini Sobat Piknik tidak dikenakan biaya lagi karena sudah bayar tiket
saat memasuki museum La Galigo yang bertempat di gedung D. Sobat Piknik cukup
menunjukan tiket masuk yang tadi dibeli.
Koleksi museum La Galigo yang ada Gedung M ini dibagi menjadi
dua bagian. Di lantai bawah memajang koleksi tentang profil sejarah kota dan
kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan pada bagian depan museum. Sedangkan di
bagian belakang museum memajang alat transportasi tradisional seperti sepeda
angin dan bendi.
Selain itu, di ruang pamer lantai bawah ini juga memajang berbagai
peralatan terkait dunia maritim seperti perkakas pembuatan perahu, jala, tagalak,
bubu, battaleng, kalulu, bagang tancap, lepa - lepa batangeng, perahu jukung
juga replika perahu pinisi.
Jika di lantai bawah museum memajang koleksi terkait budaya maritim
Sulawesi Selatan, di lantai atas museum memajang berbagai koleksi terkait
budaya agraris Sulawesi Selatan di antaranya perkakas pertanian seperti lesung,
ayakan sagu, peralatan ladang seperti baka boko, barassang, bila, bangkung
lampe dan peralatan membajak seperti rakkala dan salaga.
Koleksi unik terkait
budaya agraris yang dipajang di lantai atas museum ini adalah kalender bercocok
tanam untuk menentukan hari baik dan hari buruk turun sawah. Waaah… jaman old
banget nih… Hehehe...
Selain memajang koleksi budaya agraris, di lantai atas
museum juga memamajang koleksi kebudayaan yang dimulai dari fase pernikahan,
kelahiran, sunatan hingga kematian.
Salah satu koleksi yang cukup mecolok
adalah tudangeng atau pelaminan suku Bugis lengkap dengan replika sesrahannya.
Di etalase ini Sobat Piknik dapat mempelajari prosesi pernikahan suku Bugis
yang dimulai dari tahap massurao atau pinangan, tahap mappettu ada atau
kesepakatan pinangan, tahap mappenre balaca atau pemberian uang seserahan,
tahap mappaccing atau semacam selamatan pada hari H-1 pernikahan, tahap menre
kawin atau nikah, tahap tudang botting atau pesta nikah hingga tahap mapparola
yaitu pengantin wanita ikut suami berkunjung ke rumah mertua.
Dan bagian terakhir museum ini adalah pajangan koleksi terkait
artefak prasejarah zaman megalitikum, zaman perundagian, kerajaan Islam hingga
era kolonial.
Semua dapat Sobat Piknik nikmati di lantai dua museum ini. Maka tepat rasanya jika
ingin belajar tentang sejarah Makassar. Maka Sobat Pinik harus berkunjung ke fort Roetterdam.
Oya Sobat Piknik, selain spot unik yang ada di dalam
kawasan benteng, di bagian luar juga terdapat beberapa spot yang tak kalah
menarik seperti patung Sultan Hasssanudin dan gong perdamaian yang sayang untuk
dilewatkan untuk bernarsis ria seperti Travelista. Hehehe...
Selesai sudah piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...
Pesan moral :
Benteng Jum Pandang yang merupakan cikal bakal fort
Rotterdam adalah bukti majunya budaya berfikir Nenek Moyang kita akan
arsitektur dan strategi perang. Ditambah kegagahan teknologi sang legenda pinisi
mengarungi laut yang diakui dunia. Maka sudah sepantasnya menjadi pelecut semangat dan
pemikiran bahwa KITA terlahir sebagai
BANGSA BESAR yang dapat berkiprah lebih
banyak dalam peradaban dunia.
Komentar
Posting Komentar