Selepas hiking di gunung putih, Travelista lanjutkan untuk
sholat dzuhur di masjid Tua Kasimuddin yang terletak di Tanjung Palas Tengah.
Masjid Tua Kasimuddin didirikan pada waktu pemerintahan Sultan ke 9 Kesultanan
Bulungan yaitu Sultan Maulana Muhammad Kasimuddin yang bertahta pada tahun 1901
– 1925.
Jika dilihat dari luar, masjid ini memiliki tiga
tingkatan atap. Satu atap berukuran besar, satu atap berukuran lebih kecil dan
satunya adalah kubah masjid. Atap yang terbuat dari kayu ulin, membuat ruangan masjid menjadi lebih teduh.
Seperti masjid tua di Indonesia pada umumnya, masjid
Sultan Kasimuddin juga memiliki beduk yang usianya sama tua dengan bangunan masjid dan masih berfungsi dengan baik.
Konon kayu
yang dijadikan beduk ini hanyut dari daerah hulu dan terdampar di parit dekat lokasi
pembangunan masjid Kasimuddin. Potongan kayu tersebut berongga, seolah sudah
disiapkan sebagai beduk masjid Kasimuddin.
Ruang utama masjid berbentuk bujur sangkar dan
mempunyai empat tiang penyangga penopang kubah dan dua belas tiang pembantu
mengelilingi tiang utama. Konon, pilar - pilar tersebut merupakan sumbangan
dari 16 daerah di wilayah kekuasaan Kesultanan Bulungan tempo dulu.
Uniknya masjid Kasimuddin tidak mempunyai jendela, namun memiliki 11 pintu yang terletak di sekeliling bangunan. Terdiri dari 3 pintu depan, 3 pintu di sebelah kiri, 3 pintu di sebelah kanan dan 2 dua pintu di samping mihrab yang berbentuk segi lima.
Dan keunikan lain dari Masjid ini adalah penggunaan tegel motif eropa yang merupakan sumbangan Kerajaan Belanda kepada Kesultanan Bulungan.
Uniknya masjid Kasimuddin tidak mempunyai jendela, namun memiliki 11 pintu yang terletak di sekeliling bangunan. Terdiri dari 3 pintu depan, 3 pintu di sebelah kiri, 3 pintu di sebelah kanan dan 2 dua pintu di samping mihrab yang berbentuk segi lima.
Dan keunikan lain dari Masjid ini adalah penggunaan tegel motif eropa yang merupakan sumbangan Kerajaan Belanda kepada Kesultanan Bulungan.
Tuh kan, kelihatan kenapa saat berkunjung ke istana Bulungan terdapat banyak foto Sultan Bulungan di acara kerajaan Belanda bahkan pernah mendapat predikat daerah
istimewa di Indonesia. Itu karena besarnya pengaruh Sultan Bulungan dalam menjalankan
pemerintahan sehingga daerah bulungan tidak dijajah oleh belanda.
Sultan Kasimuddin wafat pada tahun 1925 karena ditembak
orang tidak dikenal saat berburu di hutan.
Hingga saat ini masih belum terungkap siapa
pelaku dan motif penembakan tersebut. Beliau dimakamkan di halaman barat masjid
bersama makam keluarga kesultanan. Di antaranya makam Sultan Muhammad Sulaiman dan
makam Datu Muhammad seorang bendahara kesultanan Bulungan.
Selesai sudah menapaktilasi hegemoni Kesultanan
Bulungan. Kalau tadi dari Tanjung Selor ke Tanjung Palas Travelista tempuh via
jalur sungai. Pulangnya Travelista mau coba melalui jalur darat walau jaraknya lebih jauh. Tapi tak apa, karena tugas Travelista di Tanjung Selor berakhir
esok pagi. Ya kapan lagi bisa jelajahi Tanjung Selor ?! Hehehe...
Dari Tanjung Palas Travelista menyusuri jalan poros
Ahmad Yani. Ini adalah jalan negara yang menghubungkan Malinau di ujung timur
dan Sambas di ujung barat pulau Kalimantan.
Di kanan kiri jalan nampak sedang dikerjakan beberapa
proyek pembangunan gedung, mulai dari PLTU, gedung kepolisian dan pusat
pemerintahan. Menurut Personil cabang, di jalan poros ini akan dibangun pusat
pemerintahan terpadu kabupaten Bulungan.
Sebelum pulang ke kantor cabang, Travelista diajak Personil cabang untuk mengunjungi sebuah kampung komunitas. Kalau kemarin Travelista
diajak mengunjungi kampung Arab Tanjung Selor. Kini Travelista diajak untuk
mengunjungi kampung Dayak di desa Jelarai Selor di kecamatan Tanjung Selor.
Tujuannya adalah balai pertemuan desa Jelarai Selor. Dalam
perjalanan, Sobat Piknik akan melalui bukit tempat pemakaman suku Dayak yang
khas, seperti di pemakaman umum Kristen Tanjung Selor kemarin. Tapi ini lebih
banyak, lebih unik dan terasa lebih magis. Hampir setiap makam dihiasi pagar dan
tonggak kayu bulat dengan ukiran khas Dayak Kenyah yang bertuliskan nama orang
yang dimakamkan. Dan di ujung tonggak kayu biasanya diukir bentuk burung enggang.
Kalau tadi Travelista sempat ke balai pertemuan atau gedung
kesenian Tanjung Palas yang lebih kental unsur budaya Melayu. Balai pertemuan Desa Jelarai Selor ini lebih kental unsur budaya Dayak. Balai pertemuan ini diresmikan pada tanggal
8 juli 1997 oleh Bupati Bulungan RA Bessing.
Dan ini
“mutiara” piknik kali ini, Travelista dapat berinteraksi dengan calon penerus bangsa
dari suku Dayak Kenyah. Kami bercerita tentang kehidupan di Bulungan, kami
bercerita tentang Jakarta, kami bercerita tentang cita - cita. Sungguh akhir
piknik yang istimewa bagi Travelista. Semoga kelak kita bertemu lagi dalam cita
– cita kita ya Dek !
Selesai sudah
piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...
Pesan moral piknik di Tanjung
Selor :
- Walau status administrasi kesultanan Bulungan tidak lagi istimewa, namun setidaknya peninggalan sejarah kesultanan Bulungan harus tetap dijaga agar kekayaan sejarah budaya dapat tetap lestari dan menjadi tujuan wisata utama di provinsi Kalimantan Utara di masa mendatang.
- Walaupun Tanjung Selor sudah berubah status menjadi Ibukota Provinsi, semoga komplek pemakaman seperti di desa Jelarai Selor tetap dilestarikan. Sebagai indentitas budaya kota Tanjung Selor.
- Tragedi Bultiken merupakan catatan pilu bagi keturunan kesultanan Bulungan. Tapi mereka adalah bagian penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sehingga sampai hari ini merah putih masih berkibar di ujung tiang bendera.
Komentar
Posting Komentar