Bingung di rumah guling - guling ga karuan. Nonton TV acaranya itu - itu saja. Niatnya sih mau ke car free day di Thamrin. Tapi Travelista pikir kenapa nggak jalan – jalan ke Rangkasbitung sekalian ?!
Let’s go, kita jalan – jalan Honey ! Naik busway dari rumah, disambung naik KRL dari stasiun Sudirman, transit di stasiun Tanah Abang, lanjut naik KRL jurusan Rangkasbitung.
Waktu tempuh dari stasiun Tanah Abang ke stasiun Rangkasbitung sekitar 2 jam. Wah, harus dapat duduk nih ! Sebagai informasi bagi Sobat Piknik, rute KRL Tanah Abang – Rangkasbitung merupakan rute terpanjang yang dilayani oleh PT Commuter Line Indonesia.
Awalnya rute ini hanya sampai stasiun Maja, tapi karena tingginya animo masyarakat Rangkasbitung dan sekitarnya maka diperpanjanglah rute ini hingga stasiun Rangkasbitung. Selain itu, tujuan dari adanya layanan KRL hingga Rangkasbitung adalah membuka akses percepatan ekonomi kota Rangkasbitung yang gaungnya kurang begitu terdengar.
Bagi Sobat Piknik yang terbiasa naik KRL jalur Jabodetabek. Pemandangan yang disuguhkan di sepanjang jalur Rangkasbitung sedikit berbeda. Sobat Piknik masih dapat menyaksikan hamparan sawah dan padang rumput yang luas serta kawanan kerbau yang sedang digembalakan.
Tapi Travelista yakin, beberapa tahun ke depan pemandangan ini sudah tidak bisa kita saksikan lagi karena tergusur oleh pembangunan perumahan yang sudah mulai menjamur di sepanjang jalur ini. Hmmm… Sebuah dampak pembangunan yang masih sulit dihindari.
Tak terasa sekitar 2 jam Travelista menempuh perjalanan. Sampai sudah di stasiun Rangkasbitung. Stasiun yang pernah menjadi saksi bisu majunya pembangunan Rangkasbitung pada jaman kolonial. Di mana hasil bumi dibawa dari Menes dan Pandegelang serta hasil tambang dari Bayah melintasi stasiun ini sebelum dibawa ke Batavia untuk diangkut ke Eropa oleh VOC.
Hari mulai siang, bergegas Travelista keluar stasiun menuju
alun – alun Rangkasbitung. Awalnya mau naik angkot, ojeg atau becak yang ngetem
di depan stasiun. Tapi pas Travelista check di google map, jarak dari stasiun
ke alun – alun tidak terlalu jauh kok. Hanya 1,3 km saja via jalan RT
Hardiwinangun ke arah Mall Rabinza. Travelista rasa mending jalan kaki saja
sambil menyusuri jalan di kota ini.
Karena waktu makan siang masih tanggung, Travelista putuskan untuk mencicipi welcome food di kedai mie ayam Uun yang terletak di jalan yang sama. Banyak menu mie yang ditawarkan di kedai ini, tapi menurut Travelista mie ayam dan yaminnya yang recommended.
Karena waktu makan siang masih tanggung, Travelista putuskan untuk mencicipi welcome food di kedai mie ayam Uun yang terletak di jalan yang sama. Banyak menu mie yang ditawarkan di kedai ini, tapi menurut Travelista mie ayam dan yaminnya yang recommended.
Masih setengah perjalanan yang harus ditempuh. Masih butuh
waktu sekitar 8 - 10 menit berjalan kaki menuju alun – alun. Tapi Sobat Piknik
tidak perlu khawatir, sebab sepanjang jalan menuju alun – alun cukup rindang.
Jadi tidak terlalu kepanasan kalau memutuskan untuk berjalan kaki.
Sampai sudah, Travelista di alun – alun Rangkasbitung. Salah satu landmark di kota ini. Alun – alun sederhana dan tidak terlalu luas yang tepat berada di tengah pusat pemerintahan Rangkasbitung dan Masjid Agung. Di sini merupakan salah satu tempat berkumpul warga Rangkasbitung saat weekend atau event – event tertentu.
Sampai sudah, Travelista di alun – alun Rangkasbitung. Salah satu landmark di kota ini. Alun – alun sederhana dan tidak terlalu luas yang tepat berada di tengah pusat pemerintahan Rangkasbitung dan Masjid Agung. Di sini merupakan salah satu tempat berkumpul warga Rangkasbitung saat weekend atau event – event tertentu.
Lokasi museum Multatuli barada di sisi timur alun –
alun atau berseberangan dengan Masjid Agung. Ya sebenarnya museum inilah yang
menjadi tujuan utama berkunjung ke Rangkasbitung naik KRL.
Museum yang baru
saja diresmikan oleh Bupati Iti Octavia Jayabaya pada tanggal 11 februari 2018.
Bagi Sobat Piknik yang ingin masuk ke dalam museum ini, untuk
sementara tidak dikenakan biaya alias gratis.
Menempati bangunan bekas kantor
dan rumah kediaman Wedana Lebak yang dibangun sekitar tahun 1915 ini tampak
menampilkan kesan khas bangunan kolonial.
Di depan museum terdapat sebuah pendopo yang merupakan ciri khas bangunan tradisional Jawa. Dahulu kala pendopo ini dijadikan tempat berkumpul Wedana dan Demang untuk mebahas isu pemerintahan.
Di depan museum terdapat sebuah pendopo yang merupakan ciri khas bangunan tradisional Jawa. Dahulu kala pendopo ini dijadikan tempat berkumpul Wedana dan Demang untuk mebahas isu pemerintahan.
Memasuki ruang museum, Sobat Piknik diharuskan mengisi buku
tamu untuk mendata jumlah pengunjung yang hadir setiap harinya.
Di ruang ini
terdapat litografi Multatuli yang terbuat dari kepingan kaca dan maket museum
yang akan dibangun. Sambil menunggu semua rancang bangunan jadi, kita susuri yang
ada saja ya Sobat Piknik. Hehehe…
Memasuki
ruang selanjutnya terdapat audio visual yang menceritakan awal kedatangan
penjelajah Eropa ke Nusantara. Juga terdapat miniatur kapal De Batavia, gambar
kapal De Ruyter, Prins Willem dan Halve Maan yang digunakan VOC dalam pelayaran
mencari rempah – rempah Nusantara.
Memasuki
ruang selanjutnya, Sobat Piknik akan menyaksikan beberapa koleksi yang
menceritakan periode tanam paksa kopi di pulau Jawa, khususnya tanam paksa kopi
di tanah Banten.
Di ruang ini menggambarkan kontradiksi kondisi hasil budidaya kopi pada masa tanam paksa. Di mana hasil biji kopi hanya diperuntukkan bagi kompeni dan birokrat pribumi, sedangkan rakyat yang menanam hanya bisa menikmati rebusan daun kopi sebagai minuman. Sebab, semua biji kopi yang dipanen harus disetorkan kepada kelapa desa untuk kemudian disetorkan kepada bupati dan selanjutnya disetorkan kepada kompeni. Hmmm…
Di ruang ini menggambarkan kontradiksi kondisi hasil budidaya kopi pada masa tanam paksa. Di mana hasil biji kopi hanya diperuntukkan bagi kompeni dan birokrat pribumi, sedangkan rakyat yang menanam hanya bisa menikmati rebusan daun kopi sebagai minuman. Sebab, semua biji kopi yang dipanen harus disetorkan kepada kelapa desa untuk kemudian disetorkan kepada bupati dan selanjutnya disetorkan kepada kompeni. Hmmm…
Memasuki
ke ruang selanjutnya, Sobat Piknik dapat menikmati koleksi berupa 2 buah novel
Max Havelaar terbitan pertama dalam bahasa Prancis tahun 1860 yang romannya
mengilhami beberapa tokoh untuk melakukan gerakan anti kolonialisme. Juga
terdapat beberapa karya Multatuli lainnya dan sebuah tegel atau ubin rumah
Multatuli yang berhasil diselamatkan oleh Multatuli Genootschap (Perhimpunan
multatuli) di Belanda.
Ini adalah
ruang yang merepresentasikan pengaruh Multatuli dalam novel Max Havelaar kepada
para Tokoh pergerakan kemerdekaan seperti Ir Soekarno sang proklamator, Jose Rizal
yang merupakan bapak bangsa Philipina, RA Kartini pejuang emansipasi wanita, Ahmad
Subarjo diplomat ulung yang merupakan menteri luar negeri pertama Indonesia dan
Pramoedya Ananta Toer sastrawan legendaris Indonesia yang hidup di 4 jaman
yaitu jaman kolonial, orde lama, order baru dan orde reformasi.
Perjuangan
mereka terinspirasi novel Max Havelaar karya Multatuli seorang pria kelahiran
Amsterdam Belanda yang prihatin dengan praktek kolonialisme dan penarikan upeti
oleh pejabat daerah yang terjadi di Indonesia pada umumnya, Rangkasbitung khususnya.
Memasuki
ruang selanjutnya, menceritakan tentang gerakan perlawanan rakyat Banten dan
kemudian menjadi gerakan pembebasan Indonesia dari penjajah belanda.
Ada hal yang unik di ruang ini, kisah sejarah yang biasa ditampilkan dalam warna hitam putih. Kali ini ditampilkan melalui ilustrasi grafis kekinian dalam warna merah putih untuk menarik minat generasi muda. Oya Sobat Piknik, di sini juga terdapat salinan surat menyurat Multatuli dan tokoh nasional yang dapat dilihat di ruang ini.
Ada hal yang unik di ruang ini, kisah sejarah yang biasa ditampilkan dalam warna hitam putih. Kali ini ditampilkan melalui ilustrasi grafis kekinian dalam warna merah putih untuk menarik minat generasi muda. Oya Sobat Piknik, di sini juga terdapat salinan surat menyurat Multatuli dan tokoh nasional yang dapat dilihat di ruang ini.
Beranjak
ke ruang selanjutnya yang menampilkan rangkaian kronologis peristiwa penting di
Lebak dari jaman purbakala berupa replika prasasti Cidanghiyang yang berisi
tentang hegemoni Kerajaan Tarumanegara di tanah Banten hingga jaman pergerakan mempertahankan
kemerdekaan lengkap dengan foto dokumentasi dan cerita singkatnya.
Di ruang pamer ini juga dipajang replika pakaian dinas bupati
Lebak pada jaman kolonial, alat dan kain tenun khas Lebak tersimpan dalam
bingkai kaca.
Beranjak
ruang terakhir menuju pintu keluar, menampilkan 12 motif batik khas Lebak yang
sudah dipatenkan seperti motif saren taun, kahuripan baduy, sawarna, angklung
buhun hingga kalimaya. Oya Sobat Piknik, di belakang Museum Multatuli terdapat
workshop batik khas lebak yang dapat Sobat Piknik kunjungi.
Di ruang
terakhir ini menampilkan foto tokoh yang lahir, menetap serta mendapatkan inspirasi
dari kabupaten Lebak seperti WS Rendra yang menyusun kumpulan sajak demi orang - orang
Rangkasbitung, Maria Ulfa sarjana hukum asal Indonesia pertama lulusan
Universitas Leiden Belanda yang pernah bersekolah di Rangkasbitung, Ilyas
Husein atau yang lebih dikenal Tan Malaka perwakilan Banten untuk menghadiri
konferensi pemuda pada 9 Agustus 1945 yang kemudian menjadi ketua PKI. Sempat
mengungsi ke Belanda dan kembali ke Indonesia dengan bekerja di tambang
batubara di Bayah Lebak Selatan. Ada pula Eugenia Van Beers ibunda dari
personil band rock Alex dan Eddie Van Halen yang lahir di Rangkasbitung tahun
1914. Hingga Misbach Yusa Biran sutradara film kelahiran Rangkasbitung tahun
1933.
Selesai
sudah Travelista menikmati semua koleksi yang ada di dalam Museum Multatuli.
Masih ada beberapa koleksi yang terdapat di bagian luar museum seperti patung Multatuli,
Saidjah dan Adinda yang sayang untuk tidak berfoto di patung ini. Hehehe...
Oya Sobat
Piknik, Museum Multatuli ini terhubung dengan Perpustakaan Saidjah Adinda yang
ada disebelahnya.
Gedung tiga
lantai yang berbentuk Leuit Baduy ini merupakan perpustakaan daerah terbesar di
Banten yang namanya terilhami dari tokoh utama dalam novel Max Havelaar karya
Multatuli.
Tapi
sayang, pada saat Travelista berkunjung ke sana, perpustakaan dalam keadaan
tutup. Ya mungkin yang namanya perpustakaan daerah bukanya hanya dihari biasa
kali ya Sobat Piknik ?! Beda dengan toko buku swasta yang ada di pusat
perbelanjaan yang tidak pernah tutup. Hehehe...
Sambil beristirahat sejenak di
halaman depan Museum Multatuli yang ridang, Travelista check google map untuk
cari tau spot menarik yang bisa sekalian dikunjungi dengan berjalan kaki pada
piknik kali ini.
Tujuannya adalah Balong (Danau) Ranca Lentah yang berjarak sekitar 350 meter atau dapat
ditempuh dalam 4 menit berjalan kaki dari Museum Multatuli. Danau dengan luas sekitar
3 hektar ini merupakan salah satu ruang publik bagi warga Rangkasbitung selain
alun – alun dan stadion Ona.
Menuju arah pulang ke stasiun, Travelista melewati Taman
Makam Pahlawan Sirna Rana. Dari kejauhan tampak bak penampungan air peninggalan
Belanda menjulang di antara pepohonan. Menara penampungan air ini dulunya berfungsi
sebagai pengatur pasokan air bersih untuk warga Rangkasbitung.
Terus berjalan menuju stasiun, piknik kali ini Travelista
tutup dengan late lunch di rumah makan Ramayana yang terletak di jalan Multatuli
nomor 71.
Menu utama yang disajikan di rumah makan ini adalah
sop kambing dan satenya. Pas Travelista coba, hmmm… Rasanya JUARA !!! Aroma sop
kambing yang wangi dan tidak bau amis khas kambing dengan kuah yang tidak
berminyak membuat sop ini nyaman saat di seruput. Hmmm… JUARA !!! Satenya juga JUARA !!!
Dagingnya tanpa disisipi lemak, bumbunya juga halus dan gurih. JUARA banget
deh ! Ga salah perjalanan singkat di Rangkasbitung ditutup dengan late lunch di
sini.
Perut
sudah kenyang, Travelista rasa kondisi sudah fit untuk menempuh perjalanan
pulang ke Jakarta. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...
Pesan moral :
- Museum Multatuli bukan semata museum tentang kisah pribadi Eduard Douwes Dekker seorang Belanda kelahiran Amsterdam. Museum ini adalah museum yang merepresentasikan semangat anti - kolonial di seluruh dunia. Multatuli adalah representasi manusia yang mendambakan keadilan tanpa peduli ras atau golongan. Sesuai dengan inti buku Max Havelaar karyanya, tugas manusia adalah menjadi manusia !.
- Dari Multatuli kita belajar untuk mencari ilmu pengetahuan lewat buku. Melalui buku Max Havelaar kita dapat mengetahui kehidupan di masa lalu, jauh sebelum kita dilahirkan. Melalui buku kita bisa menceritakan hari ini kepada orang - orang di masa depan.
- Multatuli adalah repesentasi atas ketidakberesan pemerintahan pada masanya. Rasanya menjadi penting bagi kita yang bercita – cita menjadi Birokrat atau Pejabat untuk belajar sejarah. Ketidaktahuan Birokrat atau Pejabat terhadap sejarah akan berpengaruh pada arah pembangunan. Seperti halnya kasus korupsi yang dilakukan oleh OKNUM Pejabat Banten beberapa tahun yang lalu, mengingatkan kita pada apa yang disuarakan oleh Multatuli dalam novel Max Havelaar hampir 2 abad yang lalu. Kenapa bisa terulang lagi ???
Komentar
Posting Komentar