Akhir pekan di kota Malang yang sejuk, bukan alasan untuk malas berolah
raga. Tempat yang representatif untuk cari keringat di kota ini adalah event Car Free
Day di jalan Idjen Boulevard yang digelar setiap minggu pagi. Nge gym, walking
atau jogging adalah pilihan mudah untuk dilakukan.
Udara yang masih segar dan rimbun pepohonan masih dapat dirasakan di
event Car Free Day kota Malang ini. Peserta yang tidak terlalu padat membuat Sobat Piknik
lebih leluasa untuk berlari kencang mempompa degup jantung dan menghirup oksigen lebih banyak ke
dalam tubuh.
Setelah
2 kali mengitari jalan Idjen Bouleveard, langkah Travelista terhenti di monumen
Melati Kadet Suropati yang terletak di tengah poros jalan ini. Monumen yang
dibangun sebagai penghormatan kepada pendidik di Sekolah Tentara Keamanan
Rakyat (TKR) yang merupakan cikal bakal TNI yang berdiri tegak menjulang. Monumen
ini sering dijadikan meeting point oleh Sobat Piknik yang sedang
mengikuti Malang Car Free Day.
Menoleh
ke arah depan, pandangan Travelista tertuju pada sebuah bangunan yang terlihat
cukup tua. Bergegas Travelista menuju ke sana, ternyata bangunan tersebut
adalah sebuah museum. Walaupun tidak terlalu ramai Sobat Piknik yang
berkunjung, Travelista putuskan untuk melihat koleksi di dalamnya.
#Mumpungadadimalang.
Untuk
masuk museum, Sobat Piknik akan dikenakan biaya Rp 3.000 perkunjungan. Museum
buka setiap hari dan khusus hari minggu museum ini buka jam 08:00 – 13:00
mengikuti jadwal Car Free Day di sepanjang jalan Idjen Boulevard.
Museum
yang memiliki luas area sekitar 10.500 m² mulai didirikan pada tahun 1952 dan
diresmikan 14 tahun kemudian oleh kolonel purnawirawan Soewondo.
Memasuki lobby museum, Sobat Piknik dapat melihat peta relief daerah tugas pasukan
Brawijaya dan relief kekuasaan kerajaan Majapahit dengan ukuran yang cukup
besar.
Bergerak
ke ruang pamer 1 yang terletak di sebelah kanan bangunan saat Sobat Piknik memasuki
museum. Memamerkan benda - benda koleksi dari tahun 1945 - 1949. Koleksi yang
dipamerkan di antaranya adalah mobil sedan keluaran pabrik Desoto USA tahun
1941 yang pernah digunakan kolonel Sungkono sebagai kendaraan dinas saat
menjabat menjadi panglima divisi Brawijaya 1948 - 1950.
Di
tembok ruangan ini terpajang lukisan Pamen, Pama, Bintara, dan Tamtama tentara PETA pada masa itu. Sobat Piknik dapat mengamati seragam dinas yang dipakai tentara masih dengan polos, belum bermotif loreng seperti seragam tentara saat ini.
Menyusuri
ruang pamer, Sobat Piknik dapat melihat meja kursi yang digunakan dalam
perundingan gencatan senjata antara TKR dengan sekutu di Surabaya pada 29 Oktober 1945. Pada waktu itu pihak Indonesia diwakili oleh Bung Karno,
sedangkan pihak sekutu diwakili oleh mayjen Havtorn dan brigjen Mallaby.
Di
dalam ruang pamer ini terdapat banyak lukisan yang menceritakan
peristiwa bersejarah bagi republik ini.
Di antaranya adalah lukisan jenderal Sudirman yang sedang mengadakan inspeksi pasukan di Malang dalam
rangka persiapan pemulangan tawanan perang Jepang, lukisan pertempuran terbunuhnya
brigjen Mallaby di jembatan Merah Surabaya dan masih banyak lagi yang dapat
Sobat Piknik saksikan secara langsung saat berkunjung ke museum yang terletak di jalan
Idjen No 25 ini.
Selain
lukisan, di ruang pamer ini Sobat Piknik dapat melihat panji atau lambang kesatuan
yang pernah digunakan oleh Kodam VIII Brawijaya yang tersimpan rapi di dalam
etalase kaca.
Yang
namanya museum perjuangan, ya pasti menyimpan benda koleksi senjata. Mulai
senjata laras pendek, laras panjang, buatan luar negeri maupun buatan pabrik
senjata Mrican Kediri di tahun 1945 – 1946, semua dipamerkan di ruangan ini.
Di ruang pamer ini Sobat Piknik dapat juga mengamati berbagai koleksi mata
uang yang pernah berlaku di Indonesia pada masa revolusi hingga masa pendudukan Jepang serta foto – foto bersejarah terkait perjuangan pasukan TNI mempertahakan
kemerdekaan dari agresi militer sekutu pasca kemerdekaan.
Terdapat pula peta
rute gerilya dan peralatan yang pernah dipakai panglima besar jenderal Sudirman
saat memimpin perang di desa Loceret, Bajulan, Nganjuk yang tersimpan di ruang pamer ini.
Selain
itu, tersimpan juga peralatan yang pernah digunakan oleh kapten Soemitro pada
saat perang kemerdekaan di Nongkojajar, Pasuruan pada tahun 1948 serta pakaian dan
mantel letkol Soebandi, yang merupakan dokter Brigade III
Damarwulan.
Terletak
berseberangan dengan ruang pamer 1. Ruang pamer 2 museum Brawijaya memamerkan benda koleksi
dari tahun 1950 – 1976. Di antaranya meriam, bejana besi, patung burung elang
yang merupakan lambang satuan Brigif 10 yang dilikuidasi pada tahun 1975,
senjata hasil rampasan PRRI/Permesta, operasi Trikora 19 Desember 1961,
operasi Trisula dalam rangka penumpasan sisa - sisa komunis di Blitar Selatan
tahun 1968, operasi Seroja di Timor Timur pada tahun 1975 - 1976, peta kota
Malang dari masa ke masa, serta deratan piala dan tanda penghargaan satuan
Kodam Brawijaya.
Setelah
2 ruang pamer Sobat Piknik telusuri, masih ada satu ruang pamer outdoor yang ada halaman tengah museum. Di ruangan pamer outdoor ini, Sobat Piknik akan
melihat dua buah benda bersejarah yang memiliki cerita tersendiri sehingga menarik untuk Sobat Piknik ketahui.
Salah
satu koleksi yang paling menarik perhatian Travelista adalah gerbong maut. Terdapat
kisah horor yang melatar belakangi penamaan gerbong maut tersebut. Gerbong ini
pernah digunakan untuk memindahkan 100 orang tahanan yang dianggap berbahaya oleh
militer Belanda dari penjara Bondowoso ke penjara Bubutan Surabaya pada 23
November 1947.
Ruang sempit yang tidak berventilasi serta tidak diberikan makanan dan minuman membuat sebagian besar tahanan meninggal setelah mengalami perjalanan belasan jam dari Bondowoso ke Surabaya. Bisa dibayangkan perbandingan kecepatan kereta di masa itu dengan kecepatan jaman sekerang ?
Ruang sempit yang tidak berventilasi serta tidak diberikan makanan dan minuman membuat sebagian besar tahanan meninggal setelah mengalami perjalanan belasan jam dari Bondowoso ke Surabaya. Bisa dibayangkan perbandingan kecepatan kereta di masa itu dengan kecepatan jaman sekerang ?
Selain
gerbong maut yang memiliki cerita horor. Di ruang pamer ini juga terdapat
sebuah perahu yang memiliki nilai heroik yang tidak kalah dengan cerita gerbong
maut tadi. Perahu Segigir, sebuah perahu kayu sederhana yang pernah digunakan
oleh letkol Chandra Hasan beserta pasukannya menyeberangi selat Madura ke
Probolinggo di pulau Jawa. Namun di tengah perjalanan, perahu karam ditembaki pesawat
sekutu. Hmmm ngeri juga ya ceritanya Sobat Piknik ?!
Dari
ruang pamer outdoor tadi, Sobat Piknik dapat naik ke atap museum Brawijaya. Dari
atap museum, Sobat Piknik dapat melihat gunung Kawi dari kejauhan, halaman museum dan jalan
Idjen.
Matahari semakin meninggi, terik mulai terasa dan lapar mulai melanda. Waktunya cari
sarapan ! Tujuan wisata kuliner legendaris yang lumayan dekat dari sini adalah pecel Kawi.
Berlokasi
di jalan Kawi Atas No. 43B/46, kualitas rasa khas pecel yang bejualan sejak 1975
ini terasa sangat nikmat ditambah es beras kencur membuat tenaga on lagi. Kalau
Sobat Piknik ingin mencoba sarapan dengan menu khas ini. Datanglah ke kedai pecel
Kawi yang buka setiap hari mulai pukul 05:30 - 21:00.
Selesai sudah piknik kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya...
Pesan moral :
- Selain sebagai media pendidikan, tempat penelitian ilmiah dan tempat rekreasi. Museum militer seperti museum Brawijaya juga dapat berfungsi sebagai tempat pembinaan mental kejuangan dan pewarisan nilai nasionalisme bagi seluruh pengunjungnya. Museum berlatar belakang militer seperti ini patut dikembangkan agar lebih menarik minat generasi muda untuk mengunjunginya.
- Koleksi museum Brawijaya sedikit banyak memberi kita gambaran bagaimana sulitnya merebut kemerdekaan. Jadi, para generasi penerus bangsa tidak boleh terlena karena merasa kemerdekaan sudah di genggaman. Kita itu hanya diantar oleh para pendahulu kita sampai ke depan pintu gerbang kemerdekaan, sesuai dengan isi pembukaan UUD 45 alinea kedua. Perjuangan kita belum berakhir, kita harus terus berjuang untuk mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. MERDEKA !
Komentar
Posting Komentar