Kembali menyusuri kota tua. Kali ini temanya adalah menyusuri jejak
maritim di Ibukota. Sebelum masuk tema, Travelista sempatkan untuk berkunjung
ke museum Fatahilah.
Ini sebanarnya landmark utama Kota Tua. Tapi Travelista
belum pernah masuk karena tak tahan melihat antriannya yang panjang. Berhubung
terlihat antriannya sedikit. Maka Travelista sempatkan masuk ke dalamnya. Harga
tiket masuk museum Fatahilah adalah Rp 2.000 dengan waktu kunjungan setiap hari selasa – minggu jam
09:00 – 15:00.
Setelah menyusuri museum Fatahilah, tujuan selanjutnya adalah toko Merah yang
terletak di jalan kali Besar Barat No. 7 atau sebelah barat museum Fatahillah. Dinamakan toko Merah karena tembok bangunan ini tidak diplester
sehingga susunan batanya terlihat jelas.
Dibangun pada tahun 1730 bangunan ini merupakan bekas kediaman gubernur jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff dan beberapa jenderal VOC lainnya. Sempat beberapa kali beralih fungsi, bangunan ini kemudian dibeli oleh Oey Liauw Kong pada abad 19 yang difungsikan sebagai toko sehingga populer dengan sebutan toko Merah hingga sekarang.
Dibangun pada tahun 1730 bangunan ini merupakan bekas kediaman gubernur jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff dan beberapa jenderal VOC lainnya. Sempat beberapa kali beralih fungsi, bangunan ini kemudian dibeli oleh Oey Liauw Kong pada abad 19 yang difungsikan sebagai toko sehingga populer dengan sebutan toko Merah hingga sekarang.
Sebenarnya untuk masuk ke toko Merah ini harus melalui perizinan yang ketat. Karena bangunan ini bukan tempat wisata yang terbuka untuk umum.
Tapi Travelista malah ditawari masuk oleh pengelolanya saat tanya - tanya tentang
bangunan ini. Travelista diminta untuk membayar Rp 10.000 untuk dapat masuk ke
dalamnya. Hore ! Mungkin Travelista terlihat seperti anak baik - baik kali ya Sobat Piknik ! Hehehe…
Dari toko Merah, perjalanan Travelista teruskan menyusuri pedestrian di
tepi kali Besar menuju jembatan kota Intan yang merupakan jembatan tertua di Indonesia.
Jembatan yang dibangun
pada tahun 1628 oleh VOC ini merupakan jembatan
jungkit khas negeri asal VOC yaitu
belanda.
Pada masannya jembatan ini dikelola oleh pemerintah kolonial untuk
mengutip cukai dari setiap kapal yang mengangkut komoditi menuju pelabuhan Sunda Kelapa dan sebaliknya.
Dari jembatan kota Intan, perjalanan Travelista teruskan menuju museum Bahari yang
berlokasi di jalan pasar Ikan No 1 dengan jarak sekitar 600 meter atau sebelah
utara jembatan ini. Sobat Piknik cukup berjalan lurus menuju arah utara
menyusuri sungai Ciliwung.
Jam kunjungan museum adalah 09.00 - 15.00 WIB yang buka setiap hari selasa - minggu dengan tiket masuk Rp 5.000. Museum Bahari adalah museum yang menyimpan
koleksi yang berhubungan dengan kebaharian Indonesia.
Koleksi yang disimpan di museum ini terdiri atas berbagai jenis perahu
tradisional, kapal zaman VOC, miniatur kapal modern dan perlengkapan penunjang
kegiatan pelayaran. Juga diorama yang menceritakan legenda laut Nusantara dan Internasional dengan tata cahaya yang cukup apik.
Pada masa VOC bangunan ini adalah gudang untuk menyimpan, menyortir dan mengepak rempah - rempah yang didatangkan dari seluruh Nusantara. Dan pada tanggal 7 juli 1977 bekas gudang VOC ini diresmikan sebagai
museum Bahari.
Setelah ke museum Bahari, Sobat Piknik juga bisa mengunjungi menara
Syahbandar yang berdiri setinggi 12 meter. Menara ini didirikan pada tahun 1640
dan dibangun ulang pada tahun 1839.
Pada masanya, bangunan ini berfungsi sebagai
menara pemantau bagi kapal yang keluar masuk kota Batavia melalui jalur
laut serta berfungsi sebagai kantor pabean atas barang yang dibongkar muat di
pelabuhan Sunda Kelapa.
Sebagai infomasi tambahan bagi Sobat Piknik. Menara Syahbandar ini
merupakan titik nol kilometer kota Batavia (Jakarta). Sebelum dipindahkan ke Monas
pada tahun 1980an yang dijadikan patokan untuk mengukur koordinat Jakarta
hingga sekarang.
Harga tiket masuk ke menara Syahbandar adalah Rp 5.000 dengan jam operasional 09.00 - 15.00 pada hari selasa,
rabu, kamis dan minggu serta jam 09.00 - 14.30 pada hari jum’at – sabtu.
Dari menara Syahbandar perjalanan Travelista teruskan menuju pelabuhan Sunda Kelapa. Untuk menuju pelabuhan tertua di Jakarta ini Sobat Piknik dapat berjalan kaki menyusuri jalan Krapu – Lodan Raya dan masuk jalan pelabuhan Sunda Kelapa. Untuk masuk ke kawasan ini, Sobat Piknik akan dikenakan tiket masuk Rp 2.500 perorang.
Dari menara Syahbandar perjalanan Travelista teruskan menuju pelabuhan Sunda Kelapa. Untuk menuju pelabuhan tertua di Jakarta ini Sobat Piknik dapat berjalan kaki menyusuri jalan Krapu – Lodan Raya dan masuk jalan pelabuhan Sunda Kelapa. Untuk masuk ke kawasan ini, Sobat Piknik akan dikenakan tiket masuk Rp 2.500 perorang.
Pelabuhan Sunda Kelapa ini sudah ada sejak abad ke 5 di bawah kekuasaan
kerajaan Tarumanegara. Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan
tertua yang ada di Indonesia dan merupakan cikal bakal terbentuknya kota
Jakarta.
Pada masanya pelabuhan ini sangat ramai. Kini pelabuhan bersejarah ini hanya digunakan untuk
bersandar kapal kayu saja. Tapi di sinilah daya tariknya. Sobat Piknik dapat
menyaksikan aktivitas bongkar muat kapal kayu dengan cara yang masih cukup
tradisional. Di kawasan ini Sobat Piknik juga dapat menyewa sepeda onthel untuk berkeliling area pelabuhan atau sampan untuk menyusuri celah kapal kayu yang bersandar.
Sampai di sini piknik kita kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya…
Pesan moral :
Sampai di sini piknik kita kali ini. Sampai jumpa di piknik selanjutnya…
Pesan moral :
- Kadang Travelista merasa malu, Sobat Piknik dari mancanegara datang berduyun - duyun untuk menikmati, memotret tempat - tempat bersejarah dalam keadaan kumuh. Mereka jadikan penandangan kumuh dan jiwa bersahaja penduduk sekitar objek yang mereka kunjungi sebagai sebuah perjalanan batin. Perlu kerja keras dari semua pihak untuk menghapus kesan kumuh agar hanya jiwa yang bersahaja yang menjadi objek perjalanan batin mereka.
- Adakalanya modern itu diimpikan. Tapi tradisi selalu dirindukan. Karena dari tradisi kita mengenal arti modern. Pelabuhan Sunda Kelapa adalah satu di antara sekian banyak tradisi yang selalu dirindukan oleh pecitanya. Travelista berharap agar kawasan pelabuhan Sunda kelapa ditata apik agar rindu akan sebuah tradisi selalu hadir.
Komentar
Posting Komentar